Translate

Sabtu, 03 November 2012

Minyak Atsiri Temulawak


Risky Patria Sari
riskypatria@rocketmail.com






1.        Klasifikasi tanaman
Divisi              : Spermatophyta
Sub divisi        : Angiospermae
Kelas               : Monocotyledonae
Ordo               : Zingiberales
Keluarga         : Zingiberaceae
Genus              : Curcuma
Spesies            : Curcuma xanthorrhiza ROX

Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai koneng gede sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa Negara Eropa.
Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2  – 9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31  – 84cm dan lebar 10  – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43  – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9  – 23cm dan lebar 4  – 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8  – 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm 
Di Indonesia satu-satunya bagian yang dimanfaatkan adalah rimpang temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48-59,64 % zat tepung, 1,6 -2,2 %  kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anti inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba.

2.        Sentra Budidaya
Tanaman ini ditanam secara konvensional dalam skala kecil tanpa memanfaatkan teknik budidaya yang standard, karena itu sulit menentukan dimana sentra penanaman temulawak di Indonesia. Hampir di setiap daerah pedesaan terutama di dataran sedang dan tinggi, dapat ditemukan temulawak terutama di lahan yang teduh.

3.        Syarat Tumbuh
a.    Iklim
Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan- lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari.  Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis.  Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30˚CTanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun.
b.    Media Tanam
Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada  berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah- tanah berat yang berliat. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan anorganik dan  organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air. 
c.    Ketinggian Tempat 
Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat  5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m/dpl. Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.

4.        Pemanenan dan Pasca Panen
a.    Panen
1)        Ciri dan Umur Panen
Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur  9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan.
2)        Cara Panen
Tanah disekitar rumpun  digali dan rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya.
3)        Periode Panen
Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
4)        Perkiraan Hasil Panen
Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang segar sebanyak 10-20 ton/hektar.
b.    Pasca Panen
1)        Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.  Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
2)        Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm  – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember.  Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.

3)        Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3  - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC  - 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah  pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
4)        Penyortiran Kering
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
5)        Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
6)        Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi  30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.

5.        Teknik Pengambilan Minyak Atsiri
a.         Ekstraksi
Salah satu cara pengambilan minyak dalam temulawak adalah ekstraksi dengan pelarut yang mudahmenguap, seperti kloroform, eter,aseton, heksan atau alkohol. Alkoholdengan kadar tinggi biasanya digunakanuntuk mengekstraksi bahan kering,daun, dan batang.
Proses ekstraksi memangsudah sejak lama dilakukan perusahaanpenghasil jamu. Namun, teknologinya masih belum maju sehingga kurangefisien dan hasilnya kurang optimal.Pada saat ini, perusahaan jamu masihdalam kontek mengejar cita-citamenemukan tanaman unggul. Salahsatu perusahaan yang mempunyaiinstalasi ekstraksi. tanaman obat adalahIndofarma.
Pelarut yang digunakan dipilihsecara selektif dengan persentasitertentu yang menjadi rahasia perusahaan. Beberapa penelitia menunjukkan bahwa jenis pelarut padaekstraksi rimpang temulawak akanmempengaruhi rendemen minyak atsiri. Mauzy (1992), mengatakan bahwa sokletasi rimpang temulawak dengan aseton merupakan cara yang palingefisien dibandingkan p.elaruteter minyak tanah etanol, dan n heksan.
Pengambilan minyak atsiri dalam temulawak menggunqkan pelarut eter minyak tanah, klorof~rm dan metanol. secara kualitatif juga dipelajari oleh Hastuti ( 1992). Penelitian kadar minyak atsiri rimpang temulawak dipengaruhi oleh tempat tumbuhan, waktu panen, dan pengolahan telah dipelajari Rachman (1992). Sutiyani (1992) mempelajari secara kualitatif yaitu petroleum eter, kloroform dan metanol dapat digunakan sebagai jenis pelarut pada ekstraksi temulawak. Ternyata kloroform dan metanol memberikan esktrak yang banyak mengandung kurkuminoid.
Pengaruh suhu ekstraksi pada.ekstraksi rimpang temulawak secara batch menggunakan pelarut etanol telah dipelajari Distantina dkk (2003). Pada proses ekstraksi padat cair, terjadi difusi minyak dari dalam rimpang temulawak ke fase cair yaitu pelarut dan akan tercapai keadaan keseimbangan dimana pada keadaan ini minyak dalam temulawak tidak dapat mendifusi lagi ke pelarut. Parameter penting dalam ekstraksi padat cair adalah koefisien transfer massa dan tetapan keseimbangan. Tetapan keseimbangan menunjukan rasio minimum antara pelarut dengan padatan yang diekstraksi (Perry, 1984).
Data-data keseimbangan fase padat cair pada ekstraksi temulawak belum banyak tersedia. Sementara itu, untuk perancangan alat ekstraktor membutuhkan data keseimbangan. Data keseimbangan menunjukkan rasio minimum antara pelarut yang dibutuhkan dan rimpang temulawakyang diekstraksi. Oleh karena itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menyumbangkan data ilmiah berupa data-data keseimbangan ini. Pada penelitian ini akan diteliti pula secara kuantitatif bentuk keseimbangan proses ekstraksi ini. Pada penelitian ini digunakan alat ekstraksi bukan soklet yaitu ekstraksi secara batch, dimana rimpang temulawak dikontakkan secara langsung dengan pelarut di dalam suatu tempat sebagai tempat ekstrakstor.
b.         Penyulingan dengan Uap Langsung
Pada tahap proses pembuatan minyak, metode yang cocok digunakan adalah penyulingan dengan uap langsung (steam distillation), karena temulawak termasuk bahan baku yang keras. Tekanan uap dan suhu yang tinggi akan melunakkan bahan baku dan menguapkan komponen asiri yang terkandung di dalamnya. Proses penyulingan ini beroperasi pada tekanan atmosfir dengan temperatur 100oC karena suhu tersebut merupakan titik didih air. Langkah pertama yaitu memasukkan air kedalam ketel suling dengan batas yang diinginkan (mendekati sarangan), fungsi digunakannya ketel pada proses ini yaitu untuk merebus air sebagai bahan pembentuk uap. Setelah itu, memasukkan bahan kedalam ketel suling. Mengecek peralatan penyulingan seperti, lubang inlet maupun outlet telah tertutup rapat, dan air yang tersedia di dalam kondensor, fungsi penggunaan kondensor yaitu sebagai media yang digunakan sebagai tempat untuk mendinginkan uap air dan minyak atsiri yang dihasilkan. Kemudian menyalakan api dengan suhu dan tekanan yang diinginkan. Menampung minyak dengan menggunakan beaker glass dengan suhu wadah penampung 20-250C untuk menghindari penguapan. Hasil yang ditampung merupakan campuran minyak dan air.

6.        Nama Dagang dan Kegunaan
Kandungan utama rimpang temulawak adalah protein, karbohidrat, dan minyak atsiri yang terdiri atas kamfer, glukosida, turmerol, dan kurkumin. Kurkumin bermanfaat sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti keracunan empedu). Temu lawak memiliki efek farmakologi yaitu, hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan kadar kolesterol, anti inflamasi (anti radang), laxative (pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan nyeri sendi. Manfaat lainnya yaitu, meningkatkan nafsu makan, melancarkan ASI, dan membersihkan darah. Selain dimanfaatkan sebagai jamu dan obat, temu lawak juga dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan mengambil patinya, kemudian diolah menjadi bubur makanan untuk bayi dan orang-orang yang mengalami gangguan pencernaan. Di sisi lain, temu lawak juga mengandung senyawa beracun yang dapat mengusir nyamuk, karena tumbuhan tersebut menghasilkan minyak atsiri yang mengandung linelool, geraniol yaitu golongan fenol yang mempunyai daya repellan nyamuk Aedes aegypti.

7.        Kriteria Mutu
Standard mutu temulawak untuk pasaran luar negeri dicantumkan berikut ini:
a.       Warna : kuning-jingga sampai coklat kuning-jingga
b.      Aroma : khas wangi aromatis 
c.       Rasa : mirip rempah dan agak pahit
d.      Kadar air maksimum : 12 %
e.       Kadar abu : 3-7 %
f.       Kadar pasir (kotoran) : 1 %
g.      Kadar minyak atsiri (minimal) : 5 %



DAFTAR PUSTAKA
Distantina, Sperisa dan Fadilah. 2005. Model Keseimbangan Ekstraksi Miny Ak Temulawak Menggunakan Pelarut Etanol. JurusanTeknikKimia FT UNS
Hastuti, M.S., 1992, "Uji Daya Antibakteri Ekstrak Temulawak Hasil Fraksinasi dengan Eter Minyak Tanah, Kloroform dan Metanol", Penelitian Tanaman Obat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Heyne, K., 1987.Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid II. Litbang Kehutanan, Jakarta : 1553-1554.
Mauzy, AH., 1992, "Perbandingan beberapa Cara Ekstraksi untuk Mengisolasi Kurkuminoid dari Rimpang Temulawak dan Rimpang Kunyit, Penelitian Tanaman Obat", Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

2 komentar:

  1. pernah ekstrak minyak atsiri pakai soklet?
    bagaimana cara memisahkan minya atsiri dari pelarutnya?

    BalasHapus
  2. blm pernah, lbh baik pake destilasi uap karena pemisahan minyak atsiri dengan airnya lebih mudah. kalau pake soxlet pelarutnya tergantung pada titik didihnya. bisa pakai destilasi. bisa juga pakai ekstraksi.

    BalasHapus