Risky Patria Sari
riskypatria@rocketmail.com
riskypatria@rocketmail.com
1.
Klasifikasi tanaman
Divisi :
Spermatophyta
Sub divisi :
Angiospermae
Kelas :
Monocotyledonae
Ordo :
Zingiberales
Keluarga :
Zingiberaceae
Genus :
Curcuma
Spesies : Curcuma
xanthorrhiza ROX
Temulawak merupakan tanaman obat berupa
tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak disebut sebagai
koneng gede sedangkan di Madura disebut sebagai temu
lobak. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar
ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui
pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang,
Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa Negara Eropa.
Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi
hingga lebih dari 1m tetapi kurang dari 2m, berwarna hijau atau coklat gelap.
Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau
gelap. Tiap batang mempunyai daun 2 – 9
helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau
atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 – 84cm dan lebar 10 – 18cm, panjang tangkai daun termasuk helaian
43 – 80cm. Perbungaan lateral, tangkai
ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9 – 23cm dan lebar 4 – 6cm, berdaun pelindung banyak yang
panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna
putih berbulu, panjang 8 – 13mm, mahkota
bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5cm, helaian bunga berbentuk
bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau
merah, panjang 1.25 – 2cm dan lebar 1cm
Di Indonesia satu-satunya bagian yang
dimanfaatkan adalah rimpang temulawak untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini
mengandung 48-59,64 % zat tepung, 1,6 -2,2 %
kurkumin dan 1,48-1,63 % minyak asiri dan dipercaya dapat meningkatkan
kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari rimpang tanaman ini adalah
sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti kolesterol, anti
inflamasi, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba.
2.
Sentra Budidaya
Tanaman ini ditanam secara konvensional dalam
skala kecil tanpa memanfaatkan teknik budidaya yang standard, karena itu sulit
menentukan dimana sentra penanaman temulawak di Indonesia. Hampir di setiap
daerah pedesaan terutama di dataran sedang dan tinggi, dapat ditemukan
temulawak terutama di lahan yang teduh.
3.
Syarat Tumbuh
a.
Iklim
Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan- lahan
yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh
subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian temulawak juga dapat
dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum
tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di
daerah beriklim tropis. Suhu udara yang
baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30˚CTanaman ini memerlukan curah hujan
tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun.
b.
Media
Tanam
Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik
pada berbagai jenis tanah baik tanah
berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah- tanah berat yang berliat. Namun
demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur,
gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang
cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan
organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air.
c.
Ketinggian
Tempat
Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m/dpl dengan ketinggian tempat
optimum adalah 750 m/dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh
pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m/dpl. Temulawak yang ditanam di
dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri.
Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang.
4.
Pemanenan dan Pasca Panen
a.
Panen
1)
Ciri dan
Umur Panen
Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki
daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang
besar dan berwarna kuning kecoklatan.
2)
Cara
Panen
Tanah disekitar rumpun
digali dan rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya.
3)
Periode
Panen
Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu
pada musim kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian
atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun
pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan
pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang
sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
4)
Perkiraan
Hasil Panen
Tanaman yang sehat dan terpelihara menghasilkan rimpang
segar sebanyak 10-20 ton/hektar.
b.
Pasca Panen
1)
Penyortiran
Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan
rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai,
timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk
pencucian. Pencucian dilakukan dengan
air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air
bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali
lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang
terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari
karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung
bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang
belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah
itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
2)
Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau
stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan
kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah
perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau
dengan mesin pemotong.
3)
Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan
sinar matahari atau alat pemanas/oven.
pengeringan rimpang dilakukan selama 3 -
5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari
dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk.
Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar
pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan
dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam
oven dilakukan pada suhu 50oC - 60oC.
Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa
rimpang tidak saling menumpuk. Setelah
pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
4)
Penyortiran
Kering
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah
dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti
kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk
menghitung rendemennya).
5)
Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam
wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai
sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan
nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat
penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
6)
Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu
tidak melebihi 30oC dan
gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari
kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan,
memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta
bersih dan terbebas dari hama gudang.
5.
Teknik Pengambilan Minyak Atsiri
a.
Ekstraksi
Salah satu cara pengambilan minyak dalam
temulawak adalah ekstraksi dengan pelarut
yang mudahmenguap, seperti kloroform, eter,aseton, heksan atau alkohol.
Alkoholdengan kadar tinggi biasanya digunakanuntuk mengekstraksi bahan
kering,daun, dan batang.
Proses ekstraksi memangsudah sejak lama
dilakukan perusahaanpenghasil jamu. Namun, teknologinya masih belum maju
sehingga kurangefisien dan hasilnya kurang optimal.Pada saat ini, perusahaan
jamu masihdalam kontek mengejar cita-citamenemukan tanaman unggul. Salahsatu
perusahaan yang mempunyaiinstalasi ekstraksi. tanaman obat adalahIndofarma.
Pelarut yang digunakan dipilihsecara selektif
dengan persentasitertentu yang menjadi rahasia perusahaan. Beberapa penelitia menunjukkan
bahwa jenis pelarut padaekstraksi rimpang temulawak akanmempengaruhi rendemen
minyak atsiri. Mauzy (1992), mengatakan bahwa sokletasi rimpang temulawak
dengan aseton merupakan cara yang palingefisien dibandingkan p.elaruteter
minyak tanah etanol, dan n heksan.
Pengambilan minyak atsiri dalam temulawak
menggunqkan pelarut eter minyak tanah, klorof~rm dan metanol. secara kualitatif
juga dipelajari oleh Hastuti ( 1992). Penelitian kadar minyak atsiri rimpang
temulawak dipengaruhi oleh tempat tumbuhan, waktu panen, dan pengolahan telah
dipelajari Rachman (1992). Sutiyani (1992) mempelajari secara kualitatif yaitu
petroleum eter, kloroform dan metanol dapat digunakan sebagai jenis pelarut
pada ekstraksi temulawak. Ternyata kloroform dan metanol memberikan esktrak
yang banyak mengandung kurkuminoid.
Pengaruh suhu ekstraksi pada.ekstraksi rimpang
temulawak secara batch menggunakan pelarut etanol telah dipelajari Distantina
dkk (2003). Pada proses ekstraksi padat cair, terjadi difusi minyak dari dalam rimpang
temulawak ke fase cair yaitu pelarut dan akan tercapai keadaan keseimbangan
dimana pada keadaan ini minyak dalam temulawak tidak dapat mendifusi lagi ke
pelarut. Parameter penting dalam ekstraksi padat cair adalah koefisien transfer
massa dan tetapan keseimbangan. Tetapan keseimbangan menunjukan rasio minimum
antara pelarut dengan padatan yang diekstraksi (Perry, 1984).
Data-data keseimbangan fase padat cair pada
ekstraksi temulawak belum banyak tersedia. Sementara itu, untuk perancangan
alat ekstraktor membutuhkan data keseimbangan. Data keseimbangan menunjukkan
rasio minimum antara pelarut yang dibutuhkan dan rimpang temulawakyang
diekstraksi. Oleh karena itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menyumbangkan
data ilmiah berupa data-data keseimbangan ini. Pada penelitian ini akan
diteliti pula secara kuantitatif bentuk keseimbangan proses ekstraksi ini. Pada
penelitian ini digunakan alat ekstraksi bukan soklet yaitu ekstraksi secara
batch, dimana rimpang temulawak dikontakkan secara langsung dengan pelarut di
dalam suatu tempat sebagai tempat ekstrakstor.
b.
Penyulingan dengan Uap Langsung
Pada tahap proses pembuatan minyak, metode yang cocok digunakan
adalah penyulingan dengan uap langsung (steam distillation), karena temulawak
termasuk bahan baku yang keras. Tekanan uap dan suhu yang tinggi akan
melunakkan bahan baku dan menguapkan komponen asiri yang terkandung di
dalamnya. Proses penyulingan ini beroperasi pada tekanan atmosfir dengan
temperatur 100oC karena suhu tersebut merupakan titik didih air.
Langkah pertama yaitu memasukkan air kedalam ketel suling dengan batas yang
diinginkan (mendekati sarangan), fungsi digunakannya ketel pada proses ini
yaitu untuk merebus air sebagai bahan pembentuk uap. Setelah itu, memasukkan
bahan kedalam ketel suling. Mengecek peralatan penyulingan seperti, lubang
inlet maupun outlet telah tertutup rapat, dan air yang tersedia di dalam
kondensor, fungsi penggunaan kondensor yaitu sebagai media yang digunakan
sebagai tempat untuk mendinginkan uap air dan minyak atsiri yang dihasilkan.
Kemudian menyalakan api dengan suhu dan tekanan yang diinginkan. Menampung
minyak dengan menggunakan beaker glass dengan suhu wadah penampung 20-250C
untuk menghindari penguapan. Hasil yang ditampung merupakan campuran minyak dan
air.
6.
Nama Dagang dan Kegunaan
Kandungan utama rimpang temulawak adalah protein,
karbohidrat,
dan minyak atsiri
yang terdiri atas kamfer, glukosida, turmerol, dan kurkumin.
Kurkumin
bermanfaat sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti
keracunan empedu). Temu lawak memiliki efek farmakologi yaitu, hepatoprotektor
(mencegah penyakit hati), menurunkan kadar kolesterol, anti inflamasi (anti
radang), laxative (pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan
nyeri sendi. Manfaat lainnya yaitu, meningkatkan nafsu makan, melancarkan ASI,
dan membersihkan darah. Selain dimanfaatkan sebagai jamu dan obat, temu lawak
juga dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat dengan mengambil patinya, kemudian
diolah menjadi bubur makanan untuk bayi dan orang-orang yang mengalami gangguan
pencernaan. Di sisi lain, temu lawak juga mengandung senyawa beracun yang dapat
mengusir nyamuk,
karena tumbuhan tersebut menghasilkan minyak atsiri
yang mengandung linelool, geraniol yaitu golongan fenol yang mempunyai daya
repellan nyamuk Aedes aegypti.
7.
Kriteria Mutu
Standard mutu temulawak untuk pasaran luar
negeri dicantumkan berikut ini:
a.
Warna :
kuning-jingga sampai coklat kuning-jingga
b.
Aroma :
khas wangi aromatis
c.
Rasa :
mirip rempah dan agak pahit
d.
Kadar air
maksimum : 12 %
e.
Kadar abu
: 3-7 %
f.
Kadar
pasir (kotoran) : 1 %
g.
Kadar
minyak atsiri (minimal) : 5 %
DAFTAR PUSTAKA
Distantina, Sperisa dan Fadilah. 2005. Model Keseimbangan Ekstraksi
Miny Ak Temulawak Menggunakan Pelarut Etanol. JurusanTeknikKimia FT UNS
Hastuti, M.S., 1992, "Uji Daya Antibakteri Ekstrak
Temulawak Hasil Fraksinasi dengan Eter Minyak Tanah, Kloroform dan Metanol",
Penelitian Tanaman Obat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Heyne, K., 1987.Tumbuhan berguna Indonesia. Jilid II.
Litbang Kehutanan, Jakarta : 1553-1554.
Mauzy, AH., 1992, "Perbandingan beberapa Cara
Ekstraksi untuk Mengisolasi Kurkuminoid dari Rimpang Temulawak dan Rimpang
Kunyit, Penelitian Tanaman Obat", Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
pernah ekstrak minyak atsiri pakai soklet?
BalasHapusbagaimana cara memisahkan minya atsiri dari pelarutnya?
blm pernah, lbh baik pake destilasi uap karena pemisahan minyak atsiri dengan airnya lebih mudah. kalau pake soxlet pelarutnya tergantung pada titik didihnya. bisa pakai destilasi. bisa juga pakai ekstraksi.
BalasHapus