Translate

Selasa, 27 Desember 2011

POTENSI PANGAN DAN BIOENERGI SUKU ARECACEAE

download di sini

Rony Irawanto
UPT. BKT. Kebun Raya Purwodadi - LIPI
Jl. Raya Surabaya Malang Km 65, Pasuruan Jawa Timur
E-mail :  biory96@yahoo.com


Abstrak

Indonesia memiliki keanekaragaman jenis Arecaceae yang tinggi. Bahkan Indonesia merupakan pusat keanekaragaman Arecaceae dunia. Diperkirakan suku Arecaceae di dunia mempunyai 200 - 300 genus atau bahkan lebih, dan sekitar 2000 - 3000 jenis tersebar di daerah tropis dan sub tropis. Dari jenis Arecaceae yang terdapat di dunia 46 genus diantaranya (576 jenis) terdapat di Indonesia dan 29 genus merupakan endemik. Suku Arecaceae (tanaman keluarga palem) telah dikenal dan diketahui memiliki berbagai kegunaan dalam kehidupan manusia sebagai bahan bangunan, bahan makanan, perabotan rumah tangga, kerajian, sumber minyak, sumber energi, tanaman obat, dan tanaman hias bahkan tanaman konservasi lingkungan. Mengingat potensinya, upaya konservasi suku Arecaceae sangat diperlukan. Salah satu lembaga konservasi tumbuhan ex-situ di Indonesia adalah Kebun Raya Purwodadi. Saat ini koleksi suku Arecaceae Kebun Raya Purwodadi memiliki 419 individu tanaman dari 119 jenis (60 genus). Penelitian ini bertujuan menginventarisasi jenis Arecaceae yang memiliki potensi tinggi sebagai bahan pangan dan energi hijau (bioenergi). Jenis yang berpotensi adalah Aren (Arenga pinnata), Kelapa (Cocos nucifera), Sawit (Elaeis guineensis), Sagu (Metroxylon sagu) dan Nipah (Nypa fruticans). Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya konservasi dan budidaya suku Arecaceae dimasa mendatang.

Kata kunci : Arecaceae, palem, pangan, bioenergi

Senin, 26 Desember 2011

PEMANFAATAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN BAKU BIOFUEL MELALUI PROSES HIDROLISA ENZIM

download di sini

*Djuma’ali*, Dyah Primarini**, Wahono Sumaryono**, Sumarno*, Nonot Soewarno*
*Jurusan Teknik Kimia- FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
**Balai Besar Teknologi Pati, BPPT, Lampung

Abstract
Onggok sebagai limbah padat industry tapioca berpotensi kuat sebagai bahan baku berbasis selulose untuk bioalkohol. Biokonversi onggok dengan hidrolisa menggunakan enzim tunggal atau kombinasi merupakan salah satu metode untuk mengkonversi onggok menjadi gula yang selanjutnya difermentasi jadi bioalkohol. Hasil penelitian menunjukan bahwa Dexstrozyme®GA  menghasilkan dextrose equivalent  (DE) tertinggi untuk hidrolisa raw onggok dan diberi perlakuan hydrothermal 600C didapatkan masing-masing DE 86,22% dan 90,18%, sedangkan pada perlakuan hydrothermal 900C memakai kombinasi enzyme Dextrozyme®GA+Pectinex Ultra SP-L menghasilkan DE 88,12%. Enzim-enzim Pectinec Ultra SP-L, Celluclast 1,5L dan Viscozyme kurang berpengaruh pada proses hidrolisa onggok.

Kata Kunci        :Onggok, biokonversi, bioalkohol, enzim, dextrose            equivalent (DE)

Minggu, 25 Desember 2011

Produktivitas Etanol dari Molasses dengan Proses Fermentasi Menggunkan Zymomonas mobilis A3 yang Diamobilisasi pada k-Karaginan

download di sini
Rif’ah Amalia1 , Windi Fitri W2, Tontowi Ismail3
1,2,3Laboratorium Teknologi Biokimia
Jurusan Teknik Kimia , FakuLas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS-Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111
Telp: 085655173351

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan antara proses batch dengan proses kontinyu. menggunakan bakteri Zymomonas mobilis A3 yang diamobilisasi dengan κ-karaginan. Zymomonas mobilis A3 diperoleh dengan memutasi bakteri Zymomonas mobilis dengan larutan hydroxylamine. Proses fermentasi ini menggunakan bahan baku molasses sebagai media dengan kandungan gula total 13,26% (w/w). Nutrisi yang ditambahkan pada media fermentasi adalah KH2PO4 1 gr/L, (NH4)2SO4 1 gr/L, MgSO4.7H2O 0,5 gr/L, dan yeast extract 5 gr/L.
Proses fermentasi batch dilakukan dengan menggunakan konsentrasi gula total awal sebesar 13,26% (w/w) selama 48 jam. Etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi batch sebesar 6,02% (w/w) atau dengan yield 90,167 %. Sedangkan proses fermentasi kontinyu dilakukan selama 120 jam dengan waktu tinggal 5,5 jam (dilution rate 0,18/ jam) menghasilkan etanol dengan konsentrasi 5,95% (w/w) atau yield 89,214%. Dengan konsentrasi gula total awal yang sama dan waktu tinggal 3,3 jam (dilution rate 0,3/jam), diperoleh konsentrasi etanol 5,18 % (w/w) atau yield sebesar 77,729%. Yield yang diperoleh merupakan perbandingan antara konsentrasi etanol yang dihasilkan dengan konsentrasi etanol teoritis. Untuk fermentasi secara kontinyu, pengambilan sampel dilakukan setiap 8 jam sekali.
Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi etanol pada awal fermentasi mengalami kenaikan hingga jam ke 56. Setelah jam tersebut konsentrasi etanol mengalami perubahan namun tidak signifikan. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa yield pada fermentasi kontinyu lebih kecil dibandingkan dengan fermentasi batch. Hal ini dikarenakan waktu tinggal dalam reaktor kontinyu lebih pendek dari pada reaktor batch. Sedangkan pada fermentasi kontinyu, semakin lama waktu tinggal, yield etanol yang dihasilkan lebih mendekati yield etanol fermentasi batch.

Kata Kunci : Etanol; Molasses; Zymomonas mobilis A3; κ-Karaginan

Kamis, 22 Desember 2011

Pembuatan Biodiesel dari Dedak Padi dengan Proses Dua Langkah In Situ Transesterifikasi

download di sini

Setiyo Gunawan1*, Syahrizal Maulana1, Khairiel Anwar1, Ana Yuni Wijayati1, Achmad Roesyadi1, Mas Agus Mardyanto2
1Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Keputih Sukolilo, Surabaya 60111
2Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Keputih Sukolilo, Surabaya 60111
*Korespondensi: gunawan@chem-eng.its.ac.id, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Keputih Sukolilo, Surabaya 60111

Abstrak

Bahan bakar mempunyai peranan penting dalam setiap negara. Permintaan energi yang tinggi pada negara-negara industri dan tersebar luasnya penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan cepatnya penipisan bahan bakar fosil dan juga penurunan kualitas lingkungan. Eksploitasi bahan bakar fosil sudah sampai pada batasnya. Oleh karena itu, penemuan energi alternatif yang dapat diperbarui menjadi sebuah topik yang penting. Biodiesel adalah bahan bakar yang dapat diperbarui, biodegradable, tidak beracun, serta ramah lingkungan. Biodiesel dapat dibuat dari minyak atau lemak melalui reaksi transesterifikasi. Sedangkan, harga bahan baku minyak goreng mengakusisi 60-88% dari biaya total produksi biodiesel. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk menurunkan biaya produksi adalah dengan menggunakan bahan baku yang murah (seperti dedak padi dan minyak jelantah) dan/atau mengaplikasikan proses in situ (tanpa ekstraksi). Tujuan penelitian adalah mempelajari potensi produksi biodiesel dari dedak padi dengan proses dua langkah in situ transesterifikasi. Tahap ini dimulai dengan mencampurkan dedak (10 g) dengan larutan yang disiapkan dari metanol (200 mL) yang mengandung 1,5%-v asam sulfat (3 mL) pada reaktor batch suhu 60oC dan tekanan atmosfir. Setelah itu ditambahkan 21,6%-v KOH 2N (43,2 mL) sebagai katalis basa untuk reaksi transesterifikasi dan selanjutnya dilakukan pemisahan serta pemurnian.  Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan kemurnian produk 56,38% dan yield FAME sebesar 46,61%-berat untuk waktu reaksi 20 menit.

Kata kunci :  Biodiesel, dedak padi, proses in situ transesterifikasi

Selasa, 13 Desember 2011

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP REAKSI DEGRADASI GLISEROL MENJADI ETANOL DAN METANOL

download di sini

Yuyun Yuniati1 , Sumarno2 , Mahfud2
1 Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya
2 Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
E-mail : yuniati73@gmail.com


Abstrak

Kebutuhan energi non fosil menjadi salah satu isu yang penting karena semakin menipisnya cadangan minyak bumi. Untuk itu mulai banyak dikembangkan sumber-sumber energi terbarukan  dan salahatunya adalah minyak diesel nabati (biodiesel). Melimpahnya hasil samping biodiesel yang berupa gliserol memberikan peluang untuk dimanfaatkan kembali melalui reaksi pemecahan molekul atau degradasi. Gliserol diolah melalui reaksi pemutusan ikatan molekul menjadi senyawa lain berupa bahan bakar sintesis yaitu metanol dan etanol.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh temperatur pada pembuatan bakar alternatif yang berupa metanol dan etanol dari reaksi degradasi gliserol dalam media air subkritis hingga superkritis. Proses degradasi gliserol dijalankan dalam reaktor batch yang terbuat dari stainlees steel dan dilengkapi dengan thermocouple, indikator tekanan, serta pemanas listrik. Campuran pereaksi gliserol-air dengan perbandingan massa 1:10 diproses dalam reaktor dengan berbagai variabel proses. Temperatur proses divariasi yaitu 250, 300, 350, dan 400oC dan waktu reaksi adalah 30 menit. Tekanan dijaga tetap pada 250 kgf/cm2. Konsentrasi etanol tertinggi adalah 0,0063 mol/liter pada temperatur reaksi 400oC, demikian juga pada temperatur yang sama diperoleh konsentrasi metanol tertinggi yaitu 0,078 mol/liter. Pada temperatur 400oC diperoleh yield tertinggi etanol yaitu 0,013 dan yield metanol sebesar 0,167. Konversi gliserol yang bereaksi tertinggi dicapai ketika reaksi berlangsung pada temperatur 350oC yaitu 49,87%.

Kata kunci : degradasi, gliserol, temperatur, metanol, etanol

Jumat, 09 Desember 2011

PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KACANG TANAH SEBAGAI ANTIOKSIDAN ALAMI PENGGANTI ANTIOKSIDAN SINTETIS DALAM MINYAK KACANG TANAH

JUARA HARAPAN II LPMTKI UNDIP
link download ada di paling bawah


Steven Andrianto, Yosophine Sulistani

Dosen Pembimbing: Ir. Nani Indraswati

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya


Abstrak


Minyak kacang tanah memiliki banyak kegunaan, baik sebagai bahan pangan maupun non pangan. Minyak kacang tanah dapat digunakan sebagai bahan baku margarine, mentega putih, dan lain-lain. Minyak kacang tanah mengandung asam linoleat yang cukup tinggi, sehingga dapat mengganggu kestabilan minyak kacang tanah. Untuk meningkatkan kestabilan minyak kacang tanah dapat dilakukan dengan penambahan antioksidan alami maupun sintetis.
Mula-mula kulit kacang tanah diekstrak dengan menggunakan pelarut etanol. Sebelum dilakukan ekstraksi, kulit kacang tanah dikeringkan di dalam oven untuk mengurangi kadar air yang terkandung dalam kulit kacang tanah. Sebelum proses ekstraksi kulit kacang tanah dihancurkan hingga ukurannya berkisar antara 20-80 mesh. Ekstraksi lalu dilakukan dengan beberapa variasi suhu dan waktu ekstraksi. Setelah didapatkan ekstrak kulit kacang tanah, selanjutnya ekstrak dianalisa dengan metode DPPH yang berguna untuk mengetahui aktivitas antioksidan dalam kulit kacang tanah dan metode TPC yang berguna untuk mengetahui kadar senyawa phenolic dalam kulit kacang tanah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap yield, kadar senyawa phenolic dan aktivitas antioksidan dalam proses ekstraksi senyawa phenolic dari kulit kacang tanah.  Suhu dan waktu ekstraksi yang optimum ditentukan dari kadar TPC ekstrak  kulit kacang tanah yang terbesar. Dalam penelitian ini juga dibandingkan aktivitas antioksidan alami dari kulit kacang tanah dengan antioksidan sintetis TBHQ dalam proses pemanasan dengan minyak kacang tanah.

Kata Kunci: kulit kacang tanah, antioksidan alami, phenolic, minyak kacang tanah

PEANUT SHELL ANTIOXIDANT FOR PEANUT OIL PRESERVATION

 

 


Steven Andrianto, Yosophine Sulistyani

Supervisor: Ir. Nani Indraswati

Department of Chemical Engineering, Faculty of Engineering, Widya Mandala Catholic University Surabaya


Abstract


Peanut oil has many uses, both as food and non food. Peanut oil can be used as raw material for margarine, white butter, etc. Peanut oil contains relatively high linoleic acid, so it may disrupt the stability of peanut oil. The stability of peanut oil may be improve by adding natural or synthetic antioxidants.
To obtain natural antioxidant from peanut shell, firstly peanut shell is extracted by using ethanol. Prior to extraction, peanut shell was dried in an oven to reduce its water content and crushed into 20-80 mesh. Extraction is then performed at certain temperature and extraction time. Having obtained the peanut shell extract, then extract was analyzed by DPPH method to know antioxidant activity in the peanut shell and TPC method to know the content of phenolic compounds in peanut shell.
The purpose of this research is to study the effect of temperature and extraction time on yield, content of phenolic compounds and antioxidant activity in the process of extraction of phenolic compounds from peanut shell. The optimum extraction condition will be determined from the highest value of phenolic compounds peanut shell extract. This study will also compare the activity of natural antioxidants from peanut shell with synthetic antioxidant TBHQ in the process of heating of peanut oil.

Keywords: peanut shell, natural antioxidants, phenolic, peanut oil

download lengkap di sini


PERUBAHAN KONDISI TEKNOLOGI FAR INFRARED (FIR) KETERKAITAN DENGAN SISTEM PENGERINGAN BAHAN SAYURAN BERBEDA


 download di sini

Djumhawan Ratman Permana
Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Cibinong 16911, Bogor

Abstrak

Radiasi emisi sinar inframerah yang berasal dari “biokeramik” yaitu campuran keramik silikaoksida (SiO2) dan aluminaoksida (Al2O2) menghasilkan perubahan kondisi berbeda meliputi suhu panas (T keluar) dan kadar air kesetimbangan (Me) dimensi body alat Far Infrared (FIR) untuk sayuran seledri T keluar 66,70 – 70,200C dan Me 5,20% bk; bawang putih T keluar 67,00 – 70,300C dan Me 6,70% bk; cabe merah T keluar 66,90 – 70,200C dan Me 6,97% bk; jamur tiram T keluar 65,70 – 70,000C dan Me 7,60% bk. Perubahan kondisi FIR keterkaitan untuk keseluruhan produk sayuran kering menghasilkan kadar air 5,20 – 7,60% bk dan laju penurunan kadar air 5,65 – 5,33% yang dicapai dalam interval waktu perkali lintasan 15 menit/5 x M-1 menit. Hasil analisis sayuran kering terhadap sifat fisikokimia seledri 15mg/g klorofil, 14,47mg/100g Vit C dan 1,63% kadar abu; bawang putih 0,05mg/g klorofil, 18,53mg/100g Vit C dan 0,51% kadar abu; cabe merah 3,92mg/g klorofil, 72,18mg/100g Vit C dan 1,09% kadar abu; jamur tiram 1,25mg/g klorofil 6,58mg/100g Vit C dan 1,13% kadar abu. Dehidrasi melalui sistem pengeringan FIR terhadap berbagai jenis sayuran menghasilkan bentuk pengkondisian yang berbeda.


Kata kunci :          Perubahan, kondisi, teknologi Far Infrared (FIR), pengeringan, sayuran.

Prediction of Profit and Consumer preference of food product which sweet potatoes substituted

download di sini

By: Triwara Buddhisatyarini


ABSTRACT

This research aims to know the level of consumer preference, based on sweet potatoes substitution level for food product, this also analize to the cost and profit and how far sweet potatoes substitute wheat on composition of food product that can be accepted by consumer, consumer valuation basically, in fluence factors of consumer preferences of food product of sweet potatoes substitution. The total number of respondents are 60 persons, this number consist of 40 students, 10 lecturers, 10 staffs. Accidental quota sampling was used to took the samples. Data collected by questionair which filled after the respondent consumning product sample: that are chocolate bread, brownies and pizza
The result of the research that are the consumer preference to pizza with 80% sweet potatoes substitute is higher by texture and taste valuation basically, with total cost production is Rp32.022 and the profit that can get is Rp39.978,. Factors which have correlated are consumer behavior, salary, and home town. The consumer preference to brownies with 80% sweet potatoes substitute is higher by texture, appearance, and taste valuation basically, with total cost is Rp21.761 and the profit is Rp, 26.577. Factors which have correlated are consumer behavior, job, and sex/gender. The consumer preference to chocolate bread with 60% sweet potatoes substitute is higher by texture, appearance, and taste valuation basically, with total cost Rp30.105 and the profit that can get is Rp29.895. . Factors which have correlated are consumer behavior, job, sex/gender, and home town.

Keyword: preference, food product which sweet potatoes substitute.

ANALISIS SIKAP KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT BAKPIA ISI AMPAS TAHU MEREK PRIMA DI KOTA YOGYAKARTA

download di sini

Susanawati
Eni Istiyanti

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jl. Lingkar Barat, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta



ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan teknologi pengolahan bakpia isi ampas tahu merek prima, sikap konsumen, profil konsumen bakpia prima berdasarkan sikap, serta menganalisis  perbedaan sikap konsumen  wilayah perkotaan dan pinggiran, dan kuat lemahnya hubungan  profil dengan sikap konsumen. Teknik pengambilan sampel dengan cara cluster sampling sebanyak 111 ibu rumah tangga untuk wilayah perkotaan dan pinggiran. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan  teknologi pengolahan, profil dan sikap konsumen bakpia prima. Sikap konsumen  dianalisis dengan model multiatribut Fishbein. Uji t beda dua rata-rata sampel independen  dilakukan untuk mengetahui perbedaan sikap konsumen.  Derajat keeratan hubungan antara profil dengan sikap konsumen dianalisis menggunakan  Korelasi Rank Spearman (Rs). Proses pembuatan bakpis isi ampas tahu dimulai dari tahap isi bakpia yang merupakan campuran antara ampas tahu, bawang merah, gula pasir, gula aren . Kulit bakpia dibuat seperti bakpia pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap konsumen di  perkotaan dan pinggiran Kota Yogyakarta terhadap atribut bakpia isi ampas tahu merek prima adalah netral. Konsumen tersebut  70% berumur < 55 tahun, pendidikannya yang SLTA dan Perguruan Tinggi lebih banyak dibandingkan yang pendidikannya SLTP ke bawah, pendapatan kurang atau sama dengan Rp 1.000.000,-/ bulan, dan memiliki jumlah anggota keluarga sama atau lebih dari 4 orang. Untuk konsumen   yang bersikap tidak baik  sebagian besar berumur 55 tahun (usia produktif) dengan sebaran tingkat pendidikan dan pendapatan yang relatif merata. Ada kecenderungan pada konsumen di perkotaan maupun di pinggiran kota yang bersikap tidak baik mempunyai jumlah anggota keluarga > 4 orang.  Konsumen yang bersikap baik  hanya sekitar 15% baik di perkotaan maupun pinggiran . Mereka berumur < 55 tahun, tingkat pendidikannya lebih banyak yang rendah  (SLTP ke bawah),  pendapatannya pada umumnya < Rp 500.000,-/bulan dengan jumlah anggota keluarga > 4 orang.  Hubungan  profil dengan sikap lemah sekali untuk perkotaan dan cukup bervariasi  dengan nilai negatif untuk pinggiran.
Kata Kunci :ampas tahu, atribut, bakpia,  sikap konsumen,

Kamis, 08 Desember 2011

PENGEMBANGAN BIOREAKTOR ENZIMATIK UNTUK PRODUKSI ASAM LEMAK DARI HASIL SAMPING PENGGILINGAN PADI SECARA IN SITU

download di sini

Fahmi Arifan, Ika Merdekawati, Citra Kusuma Parahita, Nanik Damayanti
Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang
Jl. Prof Sudarto SH, Pedalangan Tembalang, Semarang 50239
Email : cipi_040409@yahoo.co.id


Abstrak

Dedak merupakan hasil samping penggilingan gabah menjadi beras. Dedak mengandung 17 - 23% lemak yang dapat dimanfaatkan sebagai minyak pangan. Akan tetapi, pemurnian minyak dedak terbentur pada tingginya kadar asam lemak bebas. Untuk mengatasi masalah tersebut, pendekatan yang dapat ditempuh adalah dengan mengubah minyak dedak menjadi asam lemak. yaitu dengan mengaktifkan enzim lipase yang berada dalam dedak. Tujuan penelitian adalah mengembangkan bioreaktor enzimatik untuk produksi asam lemak dan mengkaji aktivitas enzim lipase dalam dedak padi sebagai biokatalisator dalam mengkonversi trigliserida menjadi asam lemak. Metode yang digunakan berupa experimental yang dilakukan dalam laboratorium dengan variabel meliputi: temperature(30-45)0C, Ph(4-5), kecepatan pengadukan (300-800) rpm , perbandingan rasio dedak-air (30-90 % w/w) dan waktu (1-48) jam. Hasil telaah menunjukan aktivitas lipase meningkat dengan kenaikan temperatur, sedangkan pH sistem reaksi akan menurun seiring dengan terbentuknya asam lemak jika tidak menggunakan buffer. Semakin besar konsentrasi air, maka peningkatan jumlah asam lemak yang terbentuk juga akan semakin besar. Begitu juga halnya dengan konversi yang akan didapatkan lebih tinggi apabila waktu hidrolisa semakin besar. Penelitian ini diharapkan dapat di scale-up alat pemroses dari skala laboratorium menjadi skala industry serta diproduksi secara komersial oleh industry asam lemak yang saat ini masih menggunakan metode konvensional.

Kata kunci : Asam Lemak, Lipase, Bioreaktor Enzimatik

Rabu, 07 Desember 2011

KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH PULAU KECIL (KASUS DI PULAU YAMDENA KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT) THE HOUSEHOLD FOOD SECURITY IN THE SMALL ISLAND REGIONS (CASE IN YAMDENA ISLAND, DISTRICT OF MALUKU TENGGARA BARAT)

download di sini

Felecia P. Adam
Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Pattimura Ambon

ABSTRACT

This research was undertaken in MTB to understand the household food security conditions, that is, food adequacy and availability as well as its accessibility, and household’s mechanisms in order to meet their food requirement. This research aims to (1)know the situation of each element forming the household food security, (2) examine determinants of the food security and, (3) observe what category variations of the food security included in the household levels. Quantitative and qualitative methods were used in data collection. Crosstab analyses were used to address objectives 1 and 3, while 2nd objective was answered using chi-squares analysis and regression models of binary logistic. The findings suggest that (1) 92% households were within sufficient category, and the remaining 8% households insufficient category; While around 31% households had food stability, 69% households were on food instability; 37% the selected households of had good accessibility category and 63% were in poor accessibility to the food; More than 50% were intended to fulfill the required consumption; (2) the household food security was mainly dependent upon local inhabitant’s demography, social, economic, and culture. These four factors simultaneously contributed to the food security building variable. However, the educational variables, assets belonging to the households, and their culture, had  significant affects on food security, and (3) the food security condition of the five selected villages were in the tragic situations because 25% selected household were considered as insufficient household, 73% households in the food minus sufficiency and, only 2% households had food security. This implies that all of the food security could not be separated from local inhabitant’s social environment.

Keywords: Food Security, Households, Small Island, Environment

PENGARUH KADAR KUNYIT DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU MAKANAN TRADISIONAL NASI KUNING** (Effect of Turmeric Concentration and Storage Time on Nasi Kuning Traditional Food)

download di sini

Gatot Priyanto*, R.S. Sianturi dan B.Santoso
Jurusan Teknologi Pertanian,Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya OI
Telp./Fax: (0711) 580664, *Email: gpri@ymail.com

ABSTRACT

Research was objected to observed the quality of nasi kuning during storage which was prepared by the natural color of turmeric. Nasi kuning is traditional javanese food on many special event. The experiment has been conducted on  factorial completely randomized design with two treatments and three replications.  The first treatment was turmeric concentration in three levels (0%, 5% and 10%), the second one was storage time in five levels (0, 6, 12, 18 and 24 hours).  Quality was measured on some parameters expressed such as colour, moisture content, spesific volume and consumer’s sensories test for colour, aroma and texture. The result showed that tumeric concentration and storage time had significant effect on colour, moisture content and spesific volume of nasi kuning. It was prefered by the panelists, based on its colour, aroma and texture, nasi kuning with five percent of tumeric concentration with in six hours storage time. This nasi kuning was characterized by color with lightness (61,8), chroma (55,8), and hue (126,9),  moisture content of 56,742 % and spesific volume of 8,2 cm3/g.  

Keywords : nasi kuning. tumeric, storage, quality

PENELITIAN PENDAHULUAN PEMAKAIAN BIOSIDA NON OKSIDASI UNTUK MENEKAN “SUGAR LOSSES” DI STASIUN GILINGAN PABRIK GULA (PRELIMENERY STUDY OF NON OXYDING BIOCIDE APPLICATION FOR SUGAR LOSSES SUPRESSED IN SUGAR MILL

download di sini

Theresia Hari Sutji Wahyuningtyas
Pusat penelitian Perkebunan Gula Indonesia P3GI
Jalan Pahlawan 25 Pasuruan
Email : theresia.harisutji@gmail.com

Abstrak

Gula sebagai salah satu produk strategis terus diupayakan untuk swasembada dalam rangka menunjang ketahan pangan nasional. Peningkatan produk gula dalam pengolahan pabrikasi dapat dilakukan melalui efisiensi proses dengan menekan kehilangan gula (sugar losses) dalam proses dan menekan biaya produksi. Proses pembuatan gula di Pabrik Gula (PG)  dilakukan melalui pelbagai tahapan proses antara lain proses pemerahan nira di stasiun  gilingan, pemurnian nira, penguapan nira dan stasiun kritalisasi. Setiap tahapan proses tersebut dapat mengalami kehilangan gula atau sugar losses. Sugar losses tersebut disebabkan oleh peristiwa kimia, fisika dan fisik-kimia. Salah satu upaya penekanan sugar losses adalah dengan menggunakan bahan kimia sebagai zat anti bakteri. Di stasiun gilingan, 62 % sugar losses tersebut disebabkan oleh kontaminasi mikroorganisme pada tebu. Upaya untuk menekan sugar losses tersebut telah dilakukan penelitian pendahuluan yaitu aplikasi pemakaian suatu biosida non oksidasi di stasiun gilingan Pabrik Gula. Biosida disemprotkan secara kontinyu di cacahan tebu di cane carrier  pada dosis 20 kg setiap 1000 ton tebu tebu selama 8 jam setiap hari. Pengamatan di salah satu Pabrik Gula dengan kapasitas 5000 ton tebu per hari dilakukan 5 hari blangko tanpa biosida dan 5 hari dengan perlakuan biosida. Sampel nira perahan pertama dan nira mentah dilakukan secara kontinyu dan diambil kumpulannya setiap jam untuk dianalisa kadar % pol dan % brix. Parameter pengamatan adalah PSHK (Perbandingan Setara Hasil Kemurnian) antara nira perahan pertama dan nira mentah. Hasil penelitian menunjukkan dengan pemakaian biosida tersebut bisa meningkatkan PSHK 1,52 point atau dapat menekan  sugar losses di stasiun gilingan sebesar 1,1 ton gula setiap 1000 ton tebu.

Kata kunci : Biosida, sugar losses, sanitasi, pabrik gula, karbamat, glutaraldehide

Selasa, 06 Desember 2011

Pengaruh Konsentrasi Bahan Penstabil Dan Massa Sukrosa Terhadap Kualitas Velva Fruit Tomat

download di sini

Rini Kartika Dewi
Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional Malang
Jl. Bend. Sigura- gura no. 2 Malang


Abstrak

Tomat merupakan tanaman yang mudah dijumpai dengan kandungan yang  kaya akan vitamin C, A, mineral, serat dan zat fitonutrien .Manfaat tomat antara lain sebagai penyedap  masakan, saos, manisan kering, jus, pasta dapat mengobati ganguan pencernaan, diare, serta  dapat juga digunakan dalam  industri kecantikan. Pada umumnya tomat mudah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh beberapa faktor misalnya  faktor fisiologis, fisis, khemis dan mikrobiologis sehingga kerusakan tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas dan nilai ekonomis. Untuk mengurangi kerusakan tersebut salah satu alternatifnya adalah memanfaatan tomat sebagai bahan baku pada pembuatan Velva Fruit.  Velva Fruit merupakan makanan beku sejenis es krim yang terbuat dari buah – buahan dan mempunyai keunggulan kadar lemakya rendah karena tidak menggunakan lemak susu dan banyak mengandung serat dan vitamin C. Metodologinya adalah buah tomat yang telah disortasi dicuci dan dilakukan Blanching, dan dihancurkan dengan blender.  Kemudian sari buah tomat dicampur dengan Sukrosa, asam sitrat dan bahan penstabil (CMC). Campuran adonan tersebut kemudian di didinginkan  pada 4 oC selama 24 jam dan  dilakukan pembekuan (Hardening) selama 24 jam pada suhu – 10 o C.

Kata kunci   : Velva fruit, tomat

PEMBUATAN MIE BASAH DENGAN SUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG KUNING

download di sini


Titi Susilowati 1), Ulya Sarofah 2) dan Eny Ruliyanti 3)



ABSTRAK
            Penggantian sebagian tepung terigu dengan  tepung jagung kuning akan mengurangi kandungan protein gluten total dalam adonan, sehingga berdampak pada elastisitas mie basah yang dihasilkan. Guna mengatasi hal tersebut, maka diperlukan telur yang bersifat sebagai pengikat adonan, pengembang dan pembentuk sifat elastis pada mie.
                Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kombinasi perlakuan terbaik dari faktor perbandingan tepung terigu dengan tepung jagung kuning dan penambahan telur agar didapatkan produk mie basah yang disukai konsumen.
                Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial; terdiri atas 2(dua) faktor dengan  3(tiga) level) perlakuan serta 3 kali ulangan. Faktor tetap nya meliputi : berat tepung komposit 100 gr, berat garam 1,25 gr, volum minyal 3 mL, soda kue 0,5 gr, volum air 40 mL, waktu perebusan 1 menit, suhu perebusan 98 oC. Sedang faktor berubah meliputi substitusi tepung jagung kuning pada tepung terigu (10 %, 20 % dan 30 %) dan penambahan telur (kuning telur : putih telur = 1:1), masing-masing sebanyak 4 mL, 6 mL dan 8 mL.
                Hasil terbaik diperoleh pada perlakuan dengan perbandingan tepung terigu dan tepung jagung kuning 80 : 20; serta penambahan telur sebesar 6 mL. Pada kondisi tersebut, mie basah  memiliki nilai tertinggi yang dapat diterima oleh panelis sebagai konsumen; yaitu mie basah dengan kadar air 34,83 %, kadar protein 5,25 %, kadar pati 33,42 % , kadar β karoten 1,16 µg/gr dan tingkat elastisitas 18,72 %.

Tinjauan Kualitas Karaginan Dari Eucheuma Cottoni Pada Penggunaan Pelarut Dan Waktu Ekstraksi Yang Berbeda Pada Metode Ekstraksi

download di sini

Faidliyah Nilna Minah
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional Malang
Jl. Bendungan Sigura-gura No.2 Malang 56145, Telp 0341-551431, Fax 0341-553015
e-mail : nilnaminah@yahoo.com
Abstrak
Keanekaragaman  jenis rumput laut di Indonesia cukup tinggi dan dapat diolah/diproses menjadi produk yang mempunyai nilai tambah seperti agar-agar, karaginan dan alginat dimana 80 % kebutuhan lokal masih diperoleh dari hasil impor. Metode ekstraksi karaginan yang optimal dari rumput laut varietas Eucheuma cottonii perlu digali, agar impor karaginan dapat dikurangi, pendapatan petani dapat ditingkatkan, bahkan  diekspor untuk meningkatkan devisa negara.
Pada penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan yaitu : jenis pelarut aquadest, NaCl 10%, jumlah dan waktu ekstraksi 1, 2, 3, 4 jam. Prosedur awal dilakukan dengan proses perendaman rumput laut, kemudian dilanjutkan dengan proses alkali pada suhu 80°C selama 2 jam. Selanjutnya dilakukan pemotongan dan perebusan kembali dengan air sampai menjadi bubur rumput laut dan ditambahkan perlite. Prosedur berikutnya adalah tahap ekstraksi yaitu memasukkan bahan dengan menambahkan pelarut  ke dalam ekstraktor. Kemudian menampung hasil ekstraksi dan dilakukan penyaringan dalam keadaan panas. Kemudian mengeringkan hasil filtrat ke dalam Cabinet Dryer lalu dilakukan penggilingan sehingga diperoleh tepung dan dianalisa
Dari penelitian didapatkan hasil  waktu ekstraksi yang optimum pada ekstraksi karaginan yang dilakukan adalah 2 jam, sedangkan jenis pelarut yang optimum adalah pelarut NaCl dengan menghasilkan nilai kadar air, kadar abu, kadar sulfat yang rendah(masuk standar FAO/WHO) dan % rendemen sebesar 37,0 %.

Keyword :Rumput laut, Eucheuma Cottonii, Karaginan, Ekstraksi

Minggu, 04 Desember 2011

TEKNOLOGI PROSES PENGOLAHAN GULA MANGKOK DAN GULA SEMUT DARI NIRA TEBU SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KETERSEDIAAN BAHAN PEMANIS

download di sini

Theresia HS Wahyuningtyas dan Sunantyo
Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) Pasuruan
E-mail : theresia.harisutji@gmail.com



ABSTRAK
Salah satu faktor penentu utama ketahanan pangan adalah penguasaan teknologi, keahlian dan wawasan. Gula merah tebu (GMT) sampai saat ini masih merupakan komoditas yang cukup menarik dan mungkin masih menguntungkan tidak hanya untuk para perajin saja melainkan untuk industri-industri tertentu. GMT selain untuk konsumsi langsung rumah tangga, beberapa industri tertentu masih memerlukan GMT sebagai bahan baku proses yang utama. Permasalahan dalam kegiatan proses gula merah tebu yaitu masih kurang stabilnya kualitas produk dan pemakaian bahan bakar yang tinggi. Secara umum proses pembuatan GMT dilakukan dengan teknologi atau cara yang sangat sederhana yaitu tebu digiling atau diperah niranya kemudian nira tersebut dimurnikan dan disaring kemudian diuapkan sampai mencapai kekentalan atau konsentrasi tertentu. Dari nira yang telah kental kemudian dicetak menjadi GMT bentuk mangkok atau bentuk lainnya. Jika nira kental tersebut diaduk terus dengan kecepatan tertentu akan menjadi produk gula semut. Sebagai bahan bakar biasanya digunakan ampas tebu, kayu bakar, daun-daun kering dan sebagainya. Makalah ini menampilkan hasil pengolahan GMT dengan memperhatikan faktor mutu bahan baku tebu (tebu segar dan tebu wayu), kondisi proses pemurnian nira (pH : 6,0 dan pH 7,0 ; suhu : 50, 75 dan 100 oC), pemakaian bahan bakar dan kualitas produk GMT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan pH tidak berpengaruh terhadap kecepatan pengendapan, sedangkan bahan baku tebu berpengaruh terhadap kecepatan pengendapan. Jumlah endapan (%) dipengaruhi oleh pH dan kesegaran tebu tetapi tidak dipengaruhi suhu pemurnian. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengolahan tidak dipengaruhi oleh pH dan suhu pemurnian nira tetapi dipengaruhi oleh kesegaran tebu. Perolehan gula tidak dipengaruhi oleh suhu tetapi dipengaruhi oleh pH dan kesegaran tebu. Pada kondisi tebu segar diperoleh gula lebih banyak dari pada tebu wayu . Pemakaian bahan bakar tidak dipengaruhi untuk setiap kondisi proses pengolahan dan kesegaran tebu. Kualitas produk tidak dipengaruhioleh kondisi proses pengolahan, tetapi dipengaruhi oleh kesegaran tebu.

Kata kunci : gula merah tebu (GMT), tebu, gula semut, pengolahan gula, kondisi proses, bahan bakar,

Jumat, 02 Desember 2011

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Emulsifier (Lesitin, Tween 80, dan Kasein) pada Pembuatan Yoghurt Instant


download di sini
Sri Rulianah
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Malang
Jl. Veteran No. 8, PO Box 04 Malang 65145

Abstrak


Yoghurt sebagai minuman probiotik saat ini telah banyak dikonsumsi masyarakat, namun demikian jenis minuman ini memiliki kelemahan yaitu memiliki masa simpan pendek.. Untuk itu yoghurt perlu diubah dalam bentuk instant dengan menambahkan emulsifier (lesitin, tween 80, dan kasein).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi emulsifier yang ditambahkan    terhadap mutu yoghurt instant. Percobaan dilakukan dengan cara menambahkan dekstrin dan Na-CMC serta emulsifier pada yoghurt segar, dan diaduk sampai homogen. Selanjutnya yoghurt dikeringkan dalam oven vacum. Penambahan emulsifier dibuat bervariasi dari 0 %; 0,15 %; 0,3 %; 0,45 % dengan suhu pengeringan  50 °C. Selanjutnya produk dianalisa kadar keasaman, protein, jumlah bakteri asam laktat, viabilitas bakteri, kadar air, dan kelarutannya. Hasil percobaan didapat bahwa pada penambahan emulsifier jenis tween 80 sebesar 0.45 % pada suhu pengeringan 50 oC memberikan yoghurt instant yang memiliki karakteristik kadar protein, viabilitas, jumlah bakteri hidup, keasaman,  dan kelarutan yang terbaik diantara tiga jenis emulsifier yang dipakai serta memenuhi standart SNI 2981-2009.

Kata kunci: probiotik, viabilitas, emulsifier


Abstract

Yoghurt as probiotic drink has been consumed by a lot of people for years. However, the types of beverages have short shelf life.  In order to increase the storage stability of product, instant powder yoghurt is prepared by adding some kinds as emulsifier (lesitin, tween 80, dan kasein).
In this research, the effect of kinds and  concentration emulsifier at drying temperature 50 oC on yoghurt quality were investigated.  The experiment was carried out by adding dextrin, Na-CMC, and emulsifier on fresh yoghurt, finally the product was mixed. The yoghurt then was dried in vacuum oven. The variation of emulsifier are lesitin, tween 80, and casein by concentration addition was 0 %, 0,15 %; 0,3 %; 0,45 % with 50 oC of drying temperature.  Finally, the product was analyzed for acid content, protein, amount of lactic acid bacteria, bacterial viability, solubility and water activity. The result shows that the instant yoghurt whose characteristics are protein content, viability, life bacteria content, acid content,  and solubility is as higher as Indonesian National Standard (SNI) 2981-2009 was obtained by addition of 0.45 % tween 80 at 50 oC of drying temperature.

Key words: probiotic, viability, emulsifier

Kamis, 01 Desember 2011

FERMENTASI MOLASES SECARA KONTINYU DALAM REAKTOR PACKED-BED DENGAN TEKNIK IMMOBILISASI K-KARAGINAN MENGGUNAKAN ZYMOMONAS MOBILIS TERMUTASI

download di sini

Arini, N.F., Savitri, W., Widjaja, T., Darmawan, R.
Laboratorium Teknologi Biokimia
 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Komplek ITS-Keputih, Sukolilo – Surabaya 60111Telp : 031-5946240

Abstrak

Proses fermentasi pada umumnya dilakukan dengan proses batch. Namun, pada kenyataannya proses batch mempunyai kendala dengan adanya akumulasi dari produk etanol yang dapat meracuni mikroorganisme sehingga konsentrasi etanol yang dihasilkan rendah. Sebagai solusi, maka dalam penelitian ini dilakukan proses fermentasi secara kontinyu dalam bioreaktor packed bed secara immobilisasi sel Zymomonas mobilis termutasi menggunakan K-Karaginan dengan tujuan mengetahui pengaruh perubahan konsentrasi glukosa terhadap  konsentrasi etanol, yield etanol, dan produktivitas etanol.
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah molases dengan berbagai  konsentrasi gula total dalam molases  yaitu,14% v/v (178 g glukosa/L), 16% v/v (186 g glukosa/L), 18% v/v (201 g glukosa/L). Tahapan penelitian  dimulai dengan pre-treatment molases, pembuatan starter, pengembangan kultur, pembuatan production medium, pembuatan bead sel K-karaginan (2% w/v), selanjutnya proses fermentasi continue dalam bioreaktor packed bed dengan  flow rate 1 ml/menit (dilution rate 0,4/jam). Sisa glukosa dianalisa menggunakan metode spektrofotometri dengan reagen larutan DNS, etanol yang dihasilkan dianalisa dengan metode Gas Chromatografi (GC).
        Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa fermentasi secara kontinyu mampu menghasilkan  etanol  maksimal yaitu pada konsentrasi glukosa 186 g/L dengan nilai konsentrasi etanol = 76,48g/L (7,67 %),  yield etanol = 49,38 %, produktivitas etanol = 30,59 g/L.jam sedangkan pada batch hasil maksimal pada konsentrasi glukosa 186 g/L  dengan nilai konsentrasi etanol = 74,10 g/L (7,43 %),  yield etanol = 47,47 %, produktivitas etanol = 1,03 g/L.jam

Kata kunci:bioreaktor packed-bed ,fermentasi kontinyu, immobillisasi sel, K-Karaginan, molases, Zymomonas mobilis  termutasi

PENGEMBANGAN PROSES INAKTIVASI ENZIM LINAMARASE UNTUK PRODUKSI LINAMARIN SEBAGAI SENYAWA ANTINEOPLASTIK DARI DAUN SINGKONG (MANIHOT ESCULENTA CRANTZ)

download di sini

Mohammad Endy Y, Joni Arifin, Fiqih Putri J, Dwi Amalia N
Jurusan Teknik Kimia  PSD III Teknik, UNDIP Semarang
Jl. Prof Sudarto SH, Pedalangan Tembalang, Semarang 50239

Abstrak

Singkong merupakan tanaman yang memiliki kandungan senyawa cyanogen. Senyawa cyanogen pada tanaman singkong berupa linamarin dan lotaustralin. Linamarin memiliki sifat-sifat yang dapat menjadikannya sebagai senyawa antineoplastik (antikanker). Produksi Linamarin dapat dilakukan dengan proses ekstraksi, selama proses ekstraksi jaringan pada daun singkong akan rusak dan menyebabkan reaksi hidrolisa yang dikatalisis oleh enzim linamarase yang terdapat pada tanaman itu sendiri. Reaksi ini akan menyebabkan senyawa linamarin dengan segera terhidrolisa menjadi komponen-komponen individualnya yakni acetocyanohidrin, glukosa, dan terakumulasi menjadi hydrogen cianida. Oleh karenanya, untuk mengekstrak linamarin digunakan pelarut alkohol. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji pengembangan produksi linamarin dari daun singkong dengan proses inaktivasi enzim linamarase melalui ekstraksi dengan pelarut alkohol. Metode yang dilakukan berupa eksperimental yang dilakukan dalam laboratorium meliputi: konsentrasi pelarut etanol (80% dan 96%), pH <4, perbandingan solvent – daun singkong (4:1 -  6:1), dan waktu ekstraksi (10 menit – 40 menit). Variabel yang paling berpengaruh adalah pH dan konsentrasi solvent. Semakin kecil pH ekstraksi, akan meningkatkan perolehan senyawa aktif linamarin. Semakin besar konsentrasi pelarut, konsentrasi linamarin yang terekstrak semakin meningkat. Hasil perolehan linamarin relatif baik pada ekstraksi dengan pH 8 dan konsentrasi etanol 96% selama 10 menit. Penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan dan di scale-up secara komersial untuk kebutuhan farmasi.
Kata kunci : linamarin, linamarase, ektraktor inaktivasi enzimatis