Risky Patria Sari
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akhir-akhir ini
penyakit kanker di Indonesia semakin meningkat sangat pesat. Banyak faktor yang
dapat memicu kanker dalam diri manusia. Misalnya faktor genetik, faktor efek
samping pemakaian makanan atau kosmetik yang mengandung zat-zat kimia penyebab
kanker. Dengan menghindari faktor-faktor yang menjadi penyebab merupakan salah
satu upaya mencegah penyakit kanker, namun hal ini belum dapat dilakukan secara
sempurna, mengingat adanya faktor penyebabnya begitu rumit dan kompleks.
Oleh karena
faktor-faktor di atas maka strategi penanggulangan penyakit kanker lebih
ditekankan pada upaya deteksi kanker dini dan diikuti dengan pengobatan sedini
mungkin. Bahkan sampai saat ini terdapat berbagai macam penyakit kanker,
seperti kanker serviks uteri, kanker payudara, kanker kulit, kanker nasofaring,
limfoma, kanker kolon dan rektum, kanker paru, kanker ovarium, kanker kelenjar
tiroid, dan kanker rongga mulut.
Kanker
merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12% (tunjukkan sumber
dari mana) seluruh kematian disebabkan
oleh kanker dan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular.spasiPada
umumnya pengobatan medis maupun nonmedis hanya menghambat berkembangbiaknya sel
kanker.
WHO dan Bank
Dunia, 2005 (ada data yang palin akhir tidak) memperkirakan setiap tahun, 12
juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya
meninggal dunia. Jika tidak dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang akan
menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker pada tahun 2030.
Ironisnya, kejadian ini akan terjadi lebih cepat di negara miskin dan
berkembang. Di Indonesia prevalensi tumor/kanker adalah 4,3 per 1000 penduduk.
Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke, TB (tubercle bacillus),
hipertensi, cedera, perinatal, dan DM (diabetis
mellitus) (Kemnkes RI, 2007).
Glukosa adalah
sejenis gula yang termasuk monosakarida dengan rumus molekul C6H12O6.
Glukosa digunakan pada bermacam-macam industri makanan dan minuman seperti
industri roti, industri kembang gula, pengawetan makanan, industri minuman
segar, industri es krim, dan lain sebagainya. Di bidang farmasi glukosa
digunakan untuk obat terutama obat-obatan bayi dan anak-anak.
Glukosa dapat
diperoleh dari berbagai macam selulosa tanaman melalui proses hidrolisis.
Proses hidrolisis dilakukan karena dalam tubuh selulosa tidak dapat dicerna.
Tubuh manusia tidak dapat memproduksi enzim yang digunakan untuk menguraikan
selulosa. Tetapi ternyata polisakarida dapat dimanfaatkan, di mana dengan
menggunakan asam encer tidak dapat dihidrolisis, tetapi oleh asam dengan
konsentrasi tinggi yaitu secara kimiawi menggunakan HCl 30% dapat terhidrolisis
menjadi D-glukosa (Poedjiadi, 1994). Hidrolisis dengan menggunakan senyawa
kimia memunculkan masalah baru yaitu sifat korosif dari bahan penghidrolisis
yaitu asam kuat. Karena glukosa merupakan bahan yang dikonsumsi, maka digunakan
proses yang aman yaitu hidrolisis secara enzimatis.
Beberapa
alkaloid seperti kolkisin, podofilotoksin, vinkristin, dan viblastin dihasilkan
oleh tumbuh-tumbuhan, dapat digunakan sebagai obat antikanker dengan melakukan
pemblokan terhadap pembelahan sel yaitu pada tahap metafase. Dari beberapa
alkaloid tersebut yang paling banyak digunakan adalah vinkristin dan vinblastin
(Mulyadi, 1996).
Tujuan
Gagasan tertulis ini bertujuan untuk memberikan solusi pemanfaatan daun
sirsak untuk menjadi glukosa sebagai obat kanker. Daun sirsak tersebut dapat
diolah menjadi produk yaitu glukosa. Glukosa yang dihasilkan mengandung zat acetogenins annonaceous yang terkandung di dalam daun sirsak yang memiliki
manfaat sebagai obat kanker.
Kandungan acetogenins dalam daun sirsak ini secara umum telah diketahui sebagai
antitumorous, antiparasit, insektisida, dan antimikroba. Acetogenins adalah penghambat yang luar biasa dari proses enzim
yang hanya ditemukan dalam membran sel tumor kanker. Inilah sebabnya mereka
adalah racun bagi sel-sel kanker tetapi tidak memiliki toksisitas pada sel
sehat.
TELAAH PUSTAKA
Daun Sirsak
Salah satu tanaman yang memiliki
senyawa yang dapat digunakan
sebagai pestisida nabati yaitu sirsak.
Bagian dari tanaman sirsak yang digunakan adalah daun dan biji. Daun sirsak mengandung senyawa kimia acetogenin antara
lain asimisin, bulatacin, dan squamosin. Daun sirsak mengandung senyawa
acetoginin, antara lain asimisin, bulatacin dan
squamosin. (ditulis dua kali, jadi dihapus saja). Beberapa kelompok peneliti telah memverifikasi bahwa bahan
kimia ini menampilkan sifat yang luar biasa sebagai antitumor dan selektif terhadap
berbagai jenis sel kanker, tetapi tidak membahayakan sel-sel sehat. Banyak acetogenins
telah menunjukkan toksisitas selektif untuk sel tumor pada dosis sangat rendah,
hanya dengan 1 bagian per juta (Mulyaman, dkk. 2000).
Selain untuk hal yang telah disebutkan di atas daun sirsak juga dapat
digunakan untuk obat sakit pinggang atau bisul, karena mengandung unsur senyawa
tanin, fitosterol, Ca-oksalat, dan alkaloid murisine (Thomas, 1994).
Selulosa
Selulosa merupakan senyawa organik yang paling banyak terdapat di bumi.
Diperkirakan sekitar 1011 ton selulosa dibiosintesis tiap tahun dan mencakup
50% dari jumlah karbohidrat tak bebas di bumi. Daun kering mengandung 10-20%
selulosa, kayu mengandung 50% selulosa, dan kapas mengandung 90% selulosa.
Molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus 1,4’-β-D-glukosa. Hidrolisis
lengkap dalam HCl 40% dalam air, hanya menghasilkan D-glukosa. Disakarida dari
hasil hidrolisis selulosa yang terisolasi adalah selobiosa, yang dapat
dihidrolisis lengkap menjadi glukosa. Selulosa adalah polimer organik yang
paling banyak terdapat di alam. Selulosa tersusun dari ribuan D-glukosa yang
dihubungkan dengan ikatan 1,4-β-glikosida. Selulosa memiliki struktur linier.
Dalam hidrolisis, selulosa diubah menjadi selubiosa dan kemudian menjadi
glukosa (Sarker, 2007).
Selulosa sebagai polimer β-glukosa dengan ikatan β-1- 4 di antara satuan
glukosanya. Kalimat ini dihapus saja karean sudah ditulis pada paragraf
sebelumnya. Selulosa berfungsi sebagai bahan struktur dalam jaringan tumbuhan
dalam bentuk campuran polimer homolog dan biasanya disertai polisakarida lain
dan lignin dalam jumlah yang beragam. Selulosa yang merupakan polisakarida
terbanyak di bumi dapat diubah menjadi glukosa dengan cara hidrolisis asam (Groggins,1985).
Glukosa
Glukosa, suatu gula mono sakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai
sumber tenaga
bagi hewan
dan tumbuhan.
Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis
dan awal bagi respirasi.
Bentuk alami (D-glukosa) disebut juga dekstrosa, terutama pada industri pangan.
Glukosa (C6H12O6, berat molekul 180,18) adalah
heksosa sebagai monosakarida yang mengandung enam atom C. Glukosa merupakan aldehid
(mengandung gugus -CHO). Lima karbon dan satu oksigennya
membentuk cincin yang disebut "cincin piranosa", bentuk paling stabil
untuk aldosa berkabon enam. Dalam cincin ini, tiap karbon terikat pada gugus
samping hidroksil
dan hidrogen kecuali atom kelimanya, yang terikat pada atom karbon keenam di
luar cincin, membentuk suatu gugus CH2OH. Struktur cincin ini berada
dalam kesetimbangan dengan bentuk yang lebih reaktif, yang proporsinya 0,0026%
pada pH 7 (Winarno,
1984).
Enzim Selulase (Aspergillus
niger dan Trichoderma reseei)
Selulase dapat diproduksi
dari berbagai jenis
karbohidrat, baik sereal
(Hao dkk., 2006), limbah
berlignoselulosa
(Muthuvelayudham dan Viruthagiri,
2006; Milala dkk., 2005; Dewi,
2002; Dahot dan Noomrio,
1996). Muthuvelayudham dan
Viruthagiri (2006) melaporkan
bahwa Trichoderma reesei
QM9414 tumbuh baik
pada glukosa, xilosa,
laktosa, selulosa, bagas
tebu dan jerami padi,
sedangkan Trichoderma reesei 97.177
tidak tumbuh pada
jerami padi dan Trichoderma reesei Tm3 tidak tumbuh
dalam bagas tebu. Milala dkk. (2005) melaporkan bahwa aktifitas tertinggi
pada produksi selulase menggunakan
Aspergillus niger
dari limbah pertanian
(jerami jagung, sekam padi, millet dan guinea corn straw)
diperoleh dari jerami pohon jagung yaitu 102 IU/mL.jam. Komposisi selulase yang dihasilkan dipengaruhi
oleh komposisi, konsentrasi , pH awal dan pengolahan awal
substrat serta temperatur
inkubasi. Milala dkk.
(2003) melaporkan bahwa
kenaikan konsentrasi
substrat sampai 5%
menghasilkan kenaikan aktifitas
enzim. Liu dan
Yang (2007) melaporkan bahwa
aktifitas maksimum diperoleh pada pH awal 5,0 dan temperatur inkubasi 30°C.
Sebuah review tentang selulase yang ditulis oleh Bhat dan Bhat (1977)
menjelaskan proses pembentukan selulase dan inducer untuk aktifitas selulase.
Semua mikroorganisme penghasil selulase tinggi,
memproduksi selulase dengan
baik jika ditumbuhkan
pada selulosa. Penggunaan
sumber karbon yang larut
seperti laktosa, selobiosa
dan hidrolisat selulosa
untuk produksi selulase memungkinkan produktivitas yang
tinggi tetapi aktifitas enzimnya kurang, sedangkan sumber karbon yang sukar
dirombak, produktivitasnya rendah
tetapi aktifitas enzimnya
tinggi (Chen dan
Wayman, 1992). Busto dkk.
(1996) melaporkan bahwa selulosa amorf menginduksi sintesis
endoglukanase dalam Trichoderma reesei lebih
baik dibandingkan dengan
selobiosa, laktosa, sukrosa
dan selulosa lainnya. Sebaliknya,
kesemua karbohidrat tersebut tidak dapat menginduksi endo-β-1,4-glukanase dalam Aspergillus
niger secara signifikan. Pada
waktu digunakan substrat CMC (karboksimetilselulosa),
aktifitas maksimum diperoleh pada rentang pH 4,5–5,5 dan temperatur optimum
antara 50–70°C.
Hidrolisis Enzimatis
Hidrolisis meliputi proses
pemecahan polisakarida di
dalam biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa
dan hemiselulosa menjadi
monomer gula penyusunnya.
Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa,
sedangkan hemiselulosa menghasilkan
beberapa monomer gula pentose
(C5) dan heksosa
(C6). Hidrolisis dapat
dilakukan secara kimia
(asam) atau enzimatik.
Aplikasi hidrolisis menggunakan enzim secara sederhana dilakukan dengan
menganti tahap hidrolisis asam dengan tahap hidrolisis enzim selulosa. Trichoderma reseii adalah fungi yang
menghasilkan enzim selulase dan dapat menghidrolisis selulosa (Hamelinck, dkk, 2005).
Hidrolisis enzimatis memiliki
beberapa keuntungan dibandingkan
hidrolisis asam, antara lain: tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis,
kondisi proses yang lebih lunak (suhu
rendah, pH netral),
berpotensi memberikan hasil
yang tinggi, dan
biaya pemeliharaan peralatan relatif
rendah karena tidak
ada bahan yang
korosif (Taherzadeh dan
Karimi, 2007). Proses
enzimatis merupakan proses
ramah lingkungan berbahan baku
terbarukan (renewable raw material). Oleh karena
itu, hidrolisis limbah pertanian
dapat memberikan nilai
tambah bagi petani
karena prosesnya ekonomis. Saat ini,
hidrolisa enzimatis merupakan
teknologi yang sangat
menjanjikan guna mengkonversi
biomassa menjadi gula. Produk dari pemecahan selulosa oleh enzim endoglukonase
menjadi substrat bagi enzim cellobiohydrolase,
dan produk hasil pemecahan enzim cellobiohydrolase, yaitu selobiosa,
menjadi substrat bagi enzim β-glukosidase. Keberhasilan hidrolisis selulosa menggunakan enzim atau
mikrobia sangat ditentukan oleh: derajat kristalin selulosa, komposisi enzim
selulase, luas permukaan kontak, rasio antara inokulum dengan substrat, dan
kemurnian substrat. Menurut Sarkar (2004), lignoselulosa dengan derajat
kristalin tinggi lebih sulit untuk didegradasi dibandingkan struktur amorphous.
Penggilingan selulosa dapat menaikkan laju degradasi karena menurunkan derajat
kristalin dan memperluas permukaan kontak selulosa–enzim.
METODE PENULISAN
Penulisan
gagasan pemanfaatan daun sirsak untuk
menghasilkan glukosa yang dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker
ini didasari dari data-data mengenai
pemanfaatan daun sirsak yang begitu banyak dan belum dimanfaatkan secara
optimal. (tunjukkan beberapa jurnal tentang ini, kalau bisa) Apalagi
pemanfaatan zat kimia yang mengandung zat anti kanker. Berdasarkan data
tersebut maka dibuat solusi untuk pemanfaatan daun sirsak ini untuk mengatasi ataupun
mengobati penyakit berbahaya tersebut juga sebagai sumber glukosa.
Perumusan
solusi untuk mengatasi masalah ini diperoleh dari berbagai literatur seperti
buku, jurnal dan skripsi sehingga memberikan gambaran yang mendukung tentang
pemanfaatan daun sirsak. Berdasarkan gambaran dan informasi yang telah
diperoleh kemudian dirancang suatu solusi tentang pemanfaatan daun sirsak
menjadi produk yang memiliki nilai guna tinggi, yaitu glukosa. Setelah itu
dilakukan diskusi dengan dosen terkait untuk memberikan masukan dan perbaikan
pada solusi yang ditawarkan.
ANALISIS DAN SINTESIS
Analisis Permasalahan
Sirsak, nangka Belanda, atau durian Belanda (Annona
muricata L.) adalah tumbuhan
berguna yang berasal dari Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Di berbagai daerah
Indonesia dikenal sebagai nangka
sebrang, nangka landa (Jawa), nangka
walanda, sirsak (Sunda), nangka
buris (Madura), srikaya Jawa (Bali), deureuyanbelanda (Aceh), durio
ulondro (Nias), durian
betawi (Minangkabau), serta jambu
landa (Lampung ). Penyebutan "Belanda" dan
variasinya menunjukkan bahwa sirsak (dari bahasa Belanda: zuurzak,
berarti "kantung asam") didatangkan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda ke Nusantara, yaitu pada abad ke-19, meskipun bukan berasal dari Eropa.
Kanker menjadi sesuatu yang menakutkan banyak orang di
seluruh dunia hingga kini. Saat banyak penelitian dilakukan untuk menemukan
obat kanker terbaik, buah sirsak ternyata menyimpan keunggulan ini. Beberapa
waktu lalu (kapan), Taman Wisata Mekarsari mengadakan demo pengolahan daun
sirsak yang diberikan secara gratis kepada pengunjung untuk ke-12 kalinya.
Kegiatan bertujuan memberikan informasi bagaimana mengolah sirsak dengan baik
untuk dijadikan obat alternatif membunuh sel kanker.
Hal ini telah diteliti di Laboratorium Health Sciences Institute, Amerika
Serikat di bawah pengawasan the National
Cancer Institute, Amerika Serikat bahwa daun sirsak diketahui mengandung
zat annonaceous acetogenins yang
mampu 10.000 kali lebih kuat membunuh sel-sel kanker daripada zat adriamycin,
yang biasa dipakai dalam pengobatan kemoterapi. Zat acetogenins dapat membunuh
aneka jenis kanker, seperti kanker usus, tiroid, prostat, paru-paru, payudara,
dan pankreas bahkan penyakit ambeien tanpa merusak atau mengganggu sel-sel
tubuh yang sehat.
Penelusuran Trubus, riset
sirsak untuk kesehatan manusia telah dilakukan 70 tahun silam. Pada 1941 –
1962, para peneliti hanya menemukan khasiat sirsak, buah, daun, kulit batang,
biji, dan akar sirsak sebagai antibakteri, anticendawan, dan antiparasit. Baru
pada 1976 The National Cancer Institute meneliti
khasiat sirsak sebagai antitumor dan antikanker. Diduga riset lama itulah yang
mendorong McLaughlin menelitinya sebagai antikanker.
Acetogenins menghambat ATP (adenosina trifosfat). ATP sumber energi di
dalam tubuh. Sel kanker membutuhkan banyak energi sehingga membutuhkan banyak
ATP, Acetogenins masuk dan menempel di reseptor dinding sel dan merusak ATP di
dinding mitokondria. Dampaknya produksi energi di dalam sel kanker pun berhenti
dan akhirnya sel kanker mati. Ditemukan Acetogenins
sangat selektif, hanya menyerang sel kanker yang memiliki kelebihan ATP.
Senyawa itu tak menyerang sel-sel lain yang normal di dalam tubuh. Acetogenins mengganggu peredaran sel
kanker dengan cara mengurangi jumlah ATP.
Pemanfaatan daun sirsak sebagai obat kanker selama ini hanya sebatas
direbus dan dikeringkan. Dalam proses pengeringan maupun perebusan, panas yang
diberikan pada daun kemungkinan akan merusak zat yang terkandung. Beberapa
senyawa tidak tahan dengan pemanasan yang dilakukan secara kontinyu. Oleh
karena itu, pengambilan senyawa anti kanker harus dilakukan pada suhu rendah
untuk menghindari degradasi senyawa tersebut.
Proses hidrolisis secara enzimatis dapat dilakukan untuk mengekstrak acetogenins dalam daun sirsak. Proses
hidrolisis enzimatis dioperasikan pada suhu rendah sehingga kemungkinan untuk
degradasi acetogenins kecil. Selain dapat
mengekstrak acetogenins, proses hidrolisis menghasilkan glukosa, sehingga dalam
glukosa tersebut mengandung acetogenins. Glukosa hasil hidrolisis dapat
digunakan menjadi obat kanker dan penyakit lain. Dengan proses ini, maka
ditemukan obat yang memiliki rasa yang manis.
SintesisPemecahanPermasalahan
Daun sirsak merupakan bagian dari tanaman sirsak yang
paling sering digunakan sebagai obat. Sejak dahulu, masyarakat di daerah
Kalimantan sering menggunakannya untuk mengobati demam. Di Madagaskar, daun sirsak
digunakan untuk mengobati penyakit lever. Beberapa tahun belakangan ini,
ekstrak daun sirsak semakin banyak dipakai untuk menghambat pertumbuhan kanker.
Daun sirsak bersifat netral sehingga sesuai untuk mengatasi berbagai jenis kanker.
Daun sirsak tidak hanya baik dikonsumsi oleh para pasien saja, tetapi juga bagi
orang yang sehat arena diyakini dapat menambah kekebalan tubuh.
Daun sirsak dapat dimanfaatkan untuk membuat glukosa,
sehingga memiliki nilai tambah untuk dikonsumsi. Glukosa yang dihasilkan dari
daun sirsak memiliki kandungan acetogenins yang berfungsi sebabai obat kanker
dan penyakit lainnya. Penggunaan glukosa sebagai obat merupakan hal baru yang
patut diterapkan karena selama ini obat identik dengan bahan kimia yang rasanya
pahit.
Pembuatan glukosa dari daun sirsak dilakukan dengan
proses hirolisis. Proses hidrolisis tidak akan maksimal jika kandungan lignin
dalam daun sirsak masih tinggi. Untuk itu perlu dilakukan pretreatment yaitu
delignifikasi. Dengan mencampur serbuk daun sirsak dalam larutan NaOH 1%,
lignin akan terlarut sehingga dalam proses hidrolisis akan maksimal.
Proses hidrolisis dilakukan secara enzimatis karena
proses ini terbilang proses yang aman. Proses ini dilakukan pada suhu rendah
dan tanpa penambahan asam kuat. Enzim yang digunakan dalam proses ini adalah
enzim selulase yang berfungsi sebagai katalis untuk memecah selulosa menjadi
glukosa. Enzim bersifat spesifik sehingga dalam proses, kandungan acetogenins
sebagai obat kanker tidak berubah karena enzim hanya bekerja pada selulosa.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Daun sirsak mengandung
zat anti kanker yang disebut annonaceous acetogenin.
Zat tersebut dapat membunuh sel-sel kanker tanpa mengganggu sel-sel dalam tubuh
manusia.Kanker menjadi
momok banyak orang di seluruh dunia hingga kini. Saat banyak penelitian
dilakukan untuk menemukan obat kanker terbaik. Tetapi pengobatan yang hanya dilakukan secara medis dengan
bantuan obat kimia menghabiskan biaya cukup besar.
Alternatif
penanganan daun sirsak yang dapat meningkatkan nilai tambah dan bernilai
ekonomis yaitu dengan mengolahnya menjadi glukosa. Glukosa merupakan suatu gulamonosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan.Jadi
diharapkan dengan adanya glukosa dari ekstrak daun sirsak dapat memberikan
pengobatan alternatif alami tanpa efek samping seperti obat kimia pada umumnya.
Selain itu obat tersebut juga memiliki rasa manis tak seperti obat pada
umumnya.
Saran
Pemanfaatan pembuatan
daun sirsak menjadi glukosa yang dapat menjadi obat kanker ini berpotensi untuk
dikembangkan lebih lanjut. Mengingat di dunia 12% seluruh kematian disebabkan
oleh kanker dan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardio vaskular. WHO
dan Bank Dunia, 2005 memperkirakan setiap tahun, 12 juta orang di seluruh dunia
menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia. Jika tidak dikendalikan,
diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal karena kanker
padata hun 2030. Selain itu perlu dipikirkan solusi lain untuk memanfaatkan
daun sirsak yang lebih efektif dan efisien.
Ternyata, dari daun satu macam tanaman terkandung manfaat
luar biasa untuk pengobatan yang kalau dilakukanmurni secara medis dengan bantuan
obat kimia menghabiskan biaya cukup besar oleh sebab itu gagasan ini memberi
solusi pemanfaatan daun sirsak dapat bermanfaat bagi ikhtiar dalam mencari kesembuhan
dari penyakit kanker tersebut. Pemanfaatan daun sirsak yang sebelumnya belum
maksimal dapat dioptimalkan dan berguna bagi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Adijaya, Dian. Ampuhnya SebatangZuurzak.Trubus.Januari.
2011
Thomas, A.N.S.,. 1994. Tanaman
Obat Tradisonal 2. Kanisius. Yogyakarta.
Mulyadi. 1996. Kanker. PT
Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta.
Bhat, M.K., and
Bhat, S. (1997), Cellulose
Degrading Enzymes And
Their Potential Industrial Applications, Biotechnology
Advances, Vol. 15, Nos. 3/4, 583-620.
Busto, M.D., N.
Ortega & M.
P. Mateos (1996), Location,
Kinetic and Stability
of Cellulases Induced in Trichoderma
reesei Cultures, Bioresource Technology, 57, 187-192
Cahyana, Destika, dkk. (siapa saja
sebutkan) Dari Garut Menggunacang Dunia.
Trubus. Januari. 2011
Chen, S. and M. Wayman (1992), Novel
Inducers Derived from Starch for Cellulase Production by Trichoderma reesei,
Process Biochemistry 27, 327-334
Dahot, M.U., dan
M.H. Noomrio (1996),
Microbial Production
of Cellulases by
Aspergillus Fumigatus Using Wheat Straw as A Carbon Source, Journal
of Islamic Academy of Sciences 9, 4, 119-124.
Daigle,D.J. & Cotty, P.J . 1998.Formulating atoxigenic Aspergillus avus for eldrelease. Biocontrol Scienceand
Technology 5 , 175 ±184 .
Dewi (2002), Hidrolisis Limbah
Hasil Pertanian Secara Enzimatik, Akta Agrosia, Vol. 5, No. 2, 67 – 71.
Groggins, P.H., 1958, Unit Proses in Organic Synthetis,
Fifth edition, Mc Graw Hill, Kogakasha
Hairong Xiong, 2004, Production
and Characterization of Trichoderma
reesei andThermomyces Lanuginosus Xylanases; Lib.tkk.ti/Diss/2004/isbn9512273187/isbn
9512273187
Hao, X.C., X.B. Yu and Zhong-Li
Yan (2006), Optimization of the
Medium for the Production of Cellulase
by the Mutant Trichoderma reesei WX-112 using Response Surface Methodology,
Food Technol. Biotechnol.44,89-94.
Liu, J. and J.
Yang (2007), Cellulase Production
by Trichoderma koningii
AS3.4262 in Solid-State Fermentation Using
Lignocellulosic Waste from
the Vinegar Industry,
Food Technol. Biotechnol. 45 (4)
420–425.
Milala, M.A., A.
Shugaba, A. 1 1 1A.
Gidado, 2A.C. Ene
and 1J.A. Wafar
(2005), Studies on the Use of Agricultural Wastes forCellulase
Enzyme Production by Aspegillus niger, Research Journal of Agriculture and
Biological Sciences 1(4): 325-328.
Mulyaman, S., Cahyaniati., T. Mustofa. (2000). Pengenalan
Pestisida Nabati Tanaman Holtikultura. Direktorat Jenderal Produksi Holtikultura dan
Aneka Tanaman. Institut Pertanian Bogor.
Muthuvelayudham, R. and T. Viruthagiri (2006), Fermentative Production and Kinetics of Cellulase Protein on
Trichoderma reesei Using Sugarcane Bagasse and Rice Straw, African Journal
of Biotechnology Vol. 5 (20), 16 October, pp. 1873-1881.
Sarkar, Ajoy. K, Etters, J. Nolan, 2004; Enzymatic Hydrolysis of Cotton Fiber: Modeling Using Empirical Equation; The Journal of Cotton Science 8: 254-260
Sarker, Satyajid D, and Lutfun Nahar, 2007, Chemistry for pharmacy students: general, organic, and natural product
chemistry, John Willey and Sons, Chichester.
Taherzadeh, M.J. dan
Karimi, K., Acid-based hydrolysis
processes for ethanol
from lignocellulosic materials: a review, 2007, Bioresources 2(3),
pp. 472-499.
bagus sekali kak penelitian untuk obat kankernya
BalasHapusgame rpg irit kuota