Translate

Sabtu, 14 Desember 2013

LAPORAN
PRAKTIKUM BAHAN ALAM TEKNOLOGI TEKSTIL
EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEWARNA KAIN


Oleh :
Amar Ma’ruf D 500 090 017
Rizza Umam Alharis D 500 090 018
Risky Patria Sari D 500 090 023


LABORATURIUM TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012


I. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui potensi zat warna pada daun jati
2. Mengetahui kemampuan penyerapan zat warna daun jati oleh serat alam dan buatan

II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Daun Jati
Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India, Tanaman yang mempunyai nama ilmiah Tectona grandis linn. F. secara historis, nama tectona berasal dari bahasa portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Di Negara asalnya, tanaman jati ini dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ching-jagu (di wilayah Asam), saigun (Bengali), tekku (Bombay), dan kyun (Burma). Tanaman ini dalam bahasa jerman dikenal dengan nama teck atau teakbun, sedangkan di Inggris dikenal dengan nama teak (Sumarna, 2003).
Daun jati umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya (Anonim, 2012).
Daun jati telah sejak lama digunakan masyarakat secara tradisional sebagai pewarna kain, tikar, dan juga makanan. Daun jati muda memiliki kandungan pigmen alamiah yang terdiri dari pheophiptin, β-karoten, pelargonidin 3-glukosida pelargonidin 3,7-diglukosida, klorofil dan dua pigmen lain yang belum diidentifikasi (Cahyani, 2006)

2. 2. Pewarna Alami
Bahan pewarna alami dapat diperoleh dari tanaman ataupun hewan. Bahan pewarna alami ini meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam bahan atau terbentuk pada proses pemanasan, penyimpanan, atau pemrosesan. Beberapa pigmen alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil, karotenoid, tanin, dan antosianin. Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya, dan pH tertentu. Namun pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping bagi tubuh. Pigmen-pigmen zat pewarna yang dapat diperoleh dari bahan alami adalah sebagai berikut (Hidayat dan Saati, 2006) :
1. Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah, dapat di peroleh dari wortel, pepaya, dll.
2. Biksin, menghasilkan warna kuning, diperoleh dari biji pohon Bixa orellana
3. Karamel, menghasilkan warna coklat gelap merupakan hasil dari hidrolisis karbohidrat, gula pasir, laktosa, dll.
4. Klorofil, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun suji, pandan, dll.
5. Antosianin, menghasilkan warna merah, oranye, ungu, biru, kuning, banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar ungu, daun bayam merah, dll
6. Tanin, menghasilkan warna coklat, terdapat dalam getah.
Menurut sumber diperolehnya zat warna tekstil digolongkan menjadi 2 yaitu pertama Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya dari hasil ekstrak tumbuhan atau hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis (ZPS) yaitu Zat warna buatan atau sintesis dibuat dengan reaksi kimia dengan bahan dasar arang batu bara atau minyak bumi yang merupakan hasil senyawa turunan hidrokarbon aromatik seperti benzena, naftalena dan antrasena. (Isminingsih, 1978).
Bahan tekstil yang diwarnai dengan zat warna alam adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya sutera,wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis seperti polyester , nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas atau daya tarik terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam dibandingkan dengan bahan dari kapas.

2. 3. Ekstraksi zat warna alami
Ekstraksi dapat di definisikan sebagai suatu proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, biasanya dengan menggunakan pelarut. Komponen yang dipisahkan dalam ekstraksi dapat berupa padatan dari campuran padat-cair, berupa cairan dari campuran cairan-cairan, atau padatan dari campuran padatan-padatan. Ekstraksi terdiri dari berbagai pilihan cara ekstraksi, tetapi umumnya ekstraksi menggunakan pelarut berdasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lainnya (Suyitno, 1989).
Proses pengambilan zat pewarna alami menggunakan proses ekstraksi dengan pelarut. Sebagai bahan pelarut dapat digunakan berbagai macam jenis pelarut organik. Pelarut yang sering digunakan dalam proses ekstraksi adalah air, etanol, petroleum eter, dan lain-lain. Pada pembuatan pewarna tekstil dari daun jati ini menggunakan pelarut air.

2. 1. Mordanting
Mordanting adalah perlakuan awal pada kain yang akan diwarnai agar lemak, minyak, kanji, dan kotoran yang tertinggal pada proses penenunan dapat dihilangkan. Pada proses ini kain dimasukkan ke dalam larutan tawas yang akan dipanaskan sampai mendidih.
Ada 3 macam jenis mordan yaitu (Sunaryati, et al., 2000) :
1. Garam logam atau mordan logam
2. Tannin dan Asam tannin
3. Minyak (oil) atau mordan minyak (oil)
Saat ini Logam mordan yang diperbolehkan adalah Alum, Kalium dikromat, Ferro sulfat, Cupri sulfat, Stanno dan Stanni klorida. Mordan tannin dapat diperoleh dari ekstrak tumbuh-tumbuhan, sedangkan mordan minyak (oil) biasanya digunakan dalam bentuk komplek dengan Alum. Zat warna mordan alam mempunyai gugus hidroksil dengan posisi orto terhadap azo atau terhadap gugus hidroksil yang lain, dimana pada proses mordan, posisi unsur hidrogen dapat diganti dengan elemen logam yang berfungsi sebagai aseptor. Sedangkan zat warna alam bertindak sebagai elektron donor (ligans). Ikatan yang terjadi adalah ikatan karbonat (semi polar) melalui satu atau lebih pasangan elektron bebas (lone pair electron) yang diberikan oleh senyawa donor kepada aseptor yang mempunyai lintasan kosong (Sunaryati, et al., 2000).

2. 2. Pencelupan
Pencelupan dengan zat warna alam biasanya dilakukan dengan berulang-ulang untuk mendapatkan warna yang diinginkan. Artinya setelah dicelup kemudian diatuskan (dianginkan beberapa waktu), dicelup lagi berulangkali hingga diperoleh warna yang diinginkan kemudian baru difixer dan dikeringkan. Ada juga yang dilakukan dengan dicelup kemudian difixer, celup lagi difixer berulang ulang hingga diperoleh warna yang diinginkan baru kemudian dikeringkan.

2. 3. Fiksasi
Pada pencelupan bahan tekstil dengan zat warna alam dibutuhkan proses fiksasi yaitu proses penguncian warna setelah bahan dicelup dengan zat warna alam agar memiliki ketahanan luntur yang baik. Ada tiga jenis larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas (Al2(SO4)3, dan kapur tohor (CaCO3). Untuk itu sebelum melakukan pencelupan kita perlu menyiapkan larutan fixer terlebih dahulu dengan cara melarutkan 50 gram kapur tohor dalam tiap liter air yang digunakan. Biarkan mengendap dan ambil larutan beningnya (www.batikyogya.com).

III. ALAT DAN BAHAN

3. 1. Alat
1. Oven
2. Neraca
3. Ember
4. Panci
5. Kompor
6. Termometer
7. Pisau
8. Gunting
9. Kasa Penyaring

3. 2. Bahan
1. Kain katun (birkolin) putih dan semi sutera putih
2. Ekstrak daun jati
3. Tunjung (FeSO4)
4. Tawas (Al2(SO4)3)
5. Natrium karbonat atau soda abu (Na2CO3)
6. Kapur tohor (CaCO3)

IV. CARA KERJA

4.1 Ekstraksi zat warna daun jati
1. Memotong daun jati dengan ukuran kecil dan dikeringkan didalam oven selama 30 menit. Kemudian menimbang dan menghitung MR nya. Menimbang daun jati sebanyak 500 gram.
2. Memasukkan potongan tersebut ke dalam panci, menambahkan air dengan perbandingan daun jati dan air 1:3.
3. Memanaskan sampel sampai volume air menjadi setengah atau sepertiganya.
4. Larutan hasil ekstraksi disaring dengan kasa penyaring untuk memisahkan sisa bahan yang diekstrak.setelah dingin larutan siap digunakan.

4.2 Persiapan pencelupan dengan zat pewarna daun jati
1. Mordanting
a. Memotong kain katun putih dan kain sutera dengan ukuran 10 x 10 cm.
b. Merendam bahan tekstil yang akan diwarnai dalam larutan 2 g/L sabun netral (sabun batangan). Perendaman dilakukan selama dua jam. Kemudian bahan dicuci dan diangin-anginkan.
c. Pemakaian bahan kain katun putih:
Membuat larutan yang mengandung 8 g (Al2(SO4)3) dan 2 g Na2CO3 dalam 1 liter air, diaduk hingga larut. Merebus larutan hingga mendidih kemudian memasukkan kain katun dan direbus selama 1 jam. Setelah itu matikan api dan kain katun dibiarkan terendam dalam larutan selama satu malam. Selanjutnya kain diangkat dan dibilas lalu dikeringkan dan disetrika.
d. Pemakaian bahan sutera:
Membuat larutan yang mengandung 8 g (Al2(SO4)3) dalam 1 liter air, diaduk hingga larut. Memanaskan larutan hingga bersuhu 60oC, kemudian memasukkan kain katun dan direbus selama 1 jam dengan suhu larutan dijaga konstan 40-60oC. Setelah itu matikan api dan kain katun dibiarkan terendam dalam larutan selama satu malam. Selanjutnya kain diangkat dan dibilas lalu dikeringkan dan disetrika.

2. Pembuatan larutan fixer
a. Larutan fixer Al2(SO4)3 : 50 g Al2(SO4)3 dilarutkan dalam 1 L air, dibiarkan mengendap dan diambil beningnya.
b. Larutan fixer CaCO3 : 50 g CaCO3 dilarutkan dalam 1 L air, dibiarkan mengendap dan diambil beningnya.

3. Proses pencelupan dengan zat warna alam
a. Menyiapkan larutan zat warna alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan.
b. Memasukkan bahan tekstil yang telah dimordanting ke dalam larutan zat warna alam dan dilakukan pencelupan selama 15 menit, 30 menit dan 45 menit.
c. Memasukkan bahan ke dalam larutan fixer. Bahan diproses dalam larutan fixer selama 10 menit. Kain sutra dan katun dimasukkan dalam fixer Al2(SO4)3 dan CaCO3, setelah itu kain diangkat.
d. Membilas dan mencuci bahan lalu dikeringkan.
e. Mengukur absorbansi air bilasan pada masing-masing variasi waktu dan larutan fixer
f. Mengamati warna yang dihasilkan dan perbedaan warna yang dihasilkan pada bahan tekstil setelah difixer dengan masing-masing larutan fixer.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Jati. http://id.wikipedia.org/wiki/Jati diakses pada tanggal 23 Mei 2012 pukul 20:56. Surakarta
Cahyani, Ati. 2006. Majalah Ilmiah. Perpustakaan Universitas Paradima
Hidayat, N. Dan Saati, E.A. 2006. Membuat Pewarna Alami. Trubus Agrisarana. Surabaya.
Isminingsih .1978. Pengantar Kimia Zat Warna. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung
Sumarna, Y. 2003. Budidaya Jati. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sunaryati, S., Hartini, S., Ernaningsih, 2000, Pengaruh Tatacara Pencelupan Zat Warna Alam Daun Sirih pada hasil Pencelupan Kain Sutra, Balai Besar Tekstil, Bandung.
Suyitno. 1989. Petunjuk Laboraturium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Senin, 06 Mei 2013

EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEWARNA KAIN


LAPORAN
PRAKTIKUM BAHAN ALAM TEKNOLOGI TEKSTIL
EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEWARNA KAIN



Oleh :
Amar Ma’ruf                                     D 500 090 017
Rizza Umam Alharis                         D 500 090 018
Risky Patria Sari                               D 500 090 023


LABORATURIUM TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

       I.            TUJUAN PERCOBAAN
1.      Mengetahui potensi zat warna pada daun jati
2.      Mengetahui kemampuan penyerapan zat warna daun jati oleh serat alam dan buatan

    II.            TINJAUAN PUSTAKA
2. 1.    Daun Jati
Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India, Tanaman yang mempunyai nama ilmiah  Tectona grandis  linn. F. secara historis, nama  tectona berasal dari bahasa portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Di Negara asalnya, tanaman jati ini dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ching-jagu (di wilayah Asam), saigun (Bengali), tekku (Bombay), dan  kyun  (Burma). Tanaman ini dalam bahasa jerman dikenal dengan nama  teck atau teakbun, sedangkan di Inggris dikenal dengan nama teak (Sumarna, 2003).
Daun jati umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya (Anonim, 2012).
            Daun jati  telah sejak lama digunakan masyarakat secara tradisional sebagai pewarna kain, tikar, dan juga makanan. Daun jati muda memiliki kandungan pigmen alamiah yang terdiri dari pheophiptin,  β-karoten, pelargonidin 3-glukosida pelargonidin 3,7-diglukosida, klorofil dan dua pigmen lain yang belum diidentifikasi (Cahyani, 2006)

2. 2.    Pewarna Alami
Bahan  pewarna  alami  dapat  diperoleh dari  tanaman  ataupun  hewan.  Bahan  pewarna alami  ini  meliputi  pigmen  yang  sudah  terdapat dalam  bahan  atau  terbentuk  pada  proses pemanasan,  penyimpanan,  atau  pemrosesan. Beberapa  pigmen  alami  yang  banyak  terdapat di  sekitar  kita  antara  lain:  klorofil,  karotenoid, tanin,  dan  antosianin.  Umumnya,  pigmen-pigmen  ini bersifat  tidak  cukup  stabil  terhadap panas,  cahaya,  dan  pH  tertentu. Namun pewarna  alami  umumnya  aman  dan  tidak menimbulkan  efek  samping  bagi  tubuh. Pigmen-pigmen zat pewarna yang dapat diperoleh dari bahan alami adalah sebagai berikut (Hidayat dan Saati, 2006) :
1.      Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah, dapat di peroleh dari wortel, pepaya, dll.
2.      Biksin,  menghasilkan  warna  kuning, diperoleh dari biji pohon Bixa orellana
3.      Karamel,  menghasilkan  warna  coklat  gelap merupakan hasil dari hidrolisis karbohidrat, gula pasir, laktosa, dll.
4.      Klorofil,  menghasilkan  warna  hijau,  diperoleh dari daun suji, pandan, dll.
5.      Antosianin,  menghasilkan  warna  merah, oranye,  ungu,  biru,  kuning, banyak  terdapat pada  bunga  dan  buah-buahan  seperti  buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar  air,  kulit  manggis,  kulit rambutan,  ubi  jalar  ungu,  daun  bayam  merah, dll
6.      Tanin,  menghasilkan  warna  coklat,  terdapat dalam getah.

             Menurut  sumber  diperolehnya    zat  warna    tekstil  digolongkan  menjadi  2    yaitu pertama Zat Pewarna  Alam (ZPA) yaitu zat warna yang  berasal dari bahan-bahan alam pada umumnya  dari  hasil  ekstrak  tumbuhan  atau  hewan.  Kedua,  Zat  Pewarna  Sintesis  (ZPS) yaitu Zat warna buatan  atau sintesis dibuat dengan  reaksi kimia dengan bahan  dasar arang batu bara  atau  minyak  bumi  yang merupakan  hasil  senyawa  turunan  hidrokarbon  aromatik  seperti benzena, naftalena dan antrasena. (Isminingsih, 1978).
            Bahan  tekstil  yang    diwarnai  dengan  zat  warna  alam  adalah  bahan-bahan  yang berasal dari serat alam contohnya sutera,wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis seperti polyester , nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas  atau daya tarik terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit terwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki afinitas paling bagus terhadap zat warna alam  dibandingkan dengan bahan dari kapas.   

2. 3.    Ekstraksi zat warna alami
Ekstraksi dapat di definisikan sebagai suatu proses pemisahan suatu bahan dari campurannya, biasanya dengan menggunakan pelarut. Komponen yang dipisahkan dalam ekstraksi dapat berupa padatan dari campuran padat-cair, berupa cairan dari campuran cairan-cairan, atau padatan dari campuran padatan-padatan. Ekstraksi terdiri dari berbagai pilihan cara ekstraksi, tetapi umumnya ekstraksi menggunakan pelarut berdasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lainnya (Suyitno, 1989).
Proses pengambilan zat pewarna alami menggunakan proses ekstraksi dengan pelarut. Sebagai bahan pelarut dapat digunakan berbagai macam jenis pelarut organik. Pelarut yang sering digunakan dalam proses ekstraksi adalah air, etanol, petroleum eter, dan lain-lain. Pada pembuatan pewarna tekstil dari daun jati ini menggunakan pelarut air.

2. 1.    Mordanting
Mordanting  adalah perlakuan  awal  pada  kain  yang  akan  diwarnai
agar  lemak,  minyak,  kanji,  dan  kotoran  yang tertinggal  pada  proses  penenunan  dapat dihilangkan.  Pada  proses  ini  kain  dimasukkan ke  dalam  larutan  tawas  yang  akan  dipanaskan sampai mendidih.
Ada 3 macam jenis mordan yaitu (Sunaryati, et al., 2000) :
1.      Garam logam atau mordan logam
2.      Tannin dan Asam tannin
3.      Minyak (oil) atau mordan minyak (oil)
Saat ini Logam mordan yang diperbolehkan adalah Alum, Kalium dikromat, Ferro sulfat, Cupri sulfat, Stanno dan Stanni klorida. Mordan tannin dapat diperoleh dari ekstrak tumbuh-tumbuhan, sedangkan mordan minyak (oil) biasanya digunakan dalam bentuk komplek dengan Alum. Zat warna mordan alam mempunyai gugus hidroksil dengan posisi orto terhadap azo atau terhadap gugus hidroksil yang lain, dimana pada proses mordan, posisi unsur hidrogen dapat diganti dengan elemen logam yang berfungsi sebagai aseptor. Sedangkan zat warna alam bertindak sebagai elektron donor (ligans). Ikatan yang terjadi adalah ikatan karbonat (semi polar) melalui satu atau lebih pasangan elektron bebas (lone pair electron) yang diberikan oleh senyawa donor kepada aseptor yang mempunyai lintasan kosong (Sunaryati, et al., 2000).
2. 2.    Pencelupan
Pencelupan dengan zat warna alam biasanya dilakukan  dengan berulang-ulang untuk mendapatkan warna yang diinginkan. Artinya setelah dicelup kemudian diatuskan (dianginkan beberapa  waktu), dicelup  lagi  berulangkali  hingga  diperoleh  warna  yang  diinginkan  kemudian baru difixer dan dikeringkan. Ada juga  yang dilakukan dengan dicelup kemudian difixer, celup lagi difixer berulang ulang hingga diperoleh warna yang diinginkan baru kemudian dikeringkan.

2. 3.    Fiksasi
Pada  pencelupan  bahan  tekstil  dengan zat  warna  alam  dibutuhkan  proses  fiksasi  yaitu proses  penguncian  warna  setelah  bahan dicelup  dengan  zat  warna  alam  agar  memiliki ketahanan  luntur  yang  baik.  Ada  tiga  jenis larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4),  tawas  (Al2(SO4)3,  dan  kapur  tohor (CaCO3).  Untuk  itu  sebelum  melakukan pencelupan  kita  perlu  menyiapkan  larutan  fixer terlebih  dahulu  dengan  cara  melarutkan  50 gram  kapur  tohor  dalam  tiap  liter  air  yang digunakan.  Biarkan  mengendap  dan  ambil larutan beningnya (www.batikyogya.com).

 III.            ALAT DAN BAHAN
3. 1.        Alat
1.      Oven
2.      Neraca
3.      Ember
4.      Panci
5.      Kompor
6.      Termometer
7.      Pisau
8.      Gunting
9.      Kasa Penyaring

3. 2.        Bahan
1.      Kain katun (birkolin) putih dan semi sutera putih
2.      Ekstrak daun jati
3.      Tunjung (FeSO4)
4.      Tawas (Al2(SO4)3)
5.      Natrium karbonat atau soda abu (Na2CO3)
6.      Kapur tohor (CaCO3)

 IV.            CARA KERJA
4.1  Ekstraksi zat warna daun jati
1.      Memotong daun jati dengan ukuran kecil dan dikeringkan didalam oven selama  30 menit. Kemudian menimbang dan menghitung MR nya. Menimbang daun jati sebanyak 500 gram.
2.      Memasukkan potongan tersebut ke dalam panci, menambahkan air dengan perbandingan daun jati dan air 1:3.
3.      Memanaskan sampel sampai volume air menjadi setengah atau sepertiganya.
4.      Larutan hasil ekstraksi disaring dengan kasa penyaring untuk memisahkan sisa bahan yang diekstrak.setelah dingin larutan siap digunakan.

4.2  Persiapan pencelupan dengan zat pewarna daun jati
1.      Mordanting
a.       Memotong kain katun putih dan kain sutera dengan ukuran 10 x 10 cm.
b.      Merendam bahan tekstil yang akan diwarnai dalam larutan 2 g/L sabun netral (sabun batangan). Perendaman dilakukan selama dua jam. Kemudian bahan dicuci dan diangin-anginkan.
c.       Pemakaian bahan kain katun putih:
Membuat larutan yang mengandung 8 g (Al2(SO4)3) dan 2 g Na2CO3 dalam 1 liter air, diaduk hingga larut. Merebus larutan hingga mendidih kemudian memasukkan kain katun dan direbus selama 1 jam. Setelah itu matikan api dan kain katun dibiarkan terendam dalam larutan selama satu malam. Selanjutnya kain diangkat dan dibilas lalu dikeringkan dan disetrika.
d.      Pemakaian bahan sutera:
Membuat larutan yang mengandung 8 g (Al2(SO4)3) dalam 1 liter air, diaduk hingga larut. Memanaskan larutan hingga bersuhu 60oC, kemudian memasukkan kain katun dan direbus selama 1 jam dengan suhu larutan dijaga konstan 40-60oC. Setelah itu matikan api dan kain katun dibiarkan terendam dalam larutan selama satu malam. Selanjutnya kain diangkat dan dibilas lalu dikeringkan dan disetrika.
2.      Pembuatan larutan fixer
a.       Larutan fixer Al2(SO4)3 : 50 g Al2(SO4)3 dilarutkan dalam 1 L air, dibiarkan mengendap dan diambil beningnya.
b.      Larutan fixer CaCO3 : 50 g CaCO3 dilarutkan dalam 1 L air, dibiarkan mengendap dan diambil beningnya.
3.      Proses pencelupan dengan zat warna alam
a.       Menyiapkan larutan zat warna alam hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan.
b.      Memasukkan bahan tekstil yang telah dimordanting ke dalam larutan zat warna alam dan dilakukan pencelupan selama 15 menit, 30 menit dan 45 menit.
c.       Memasukkan bahan ke dalam larutan fixer. Bahan diproses dalam larutan fixer selama 10 menit. Kain sutra dan katun dimasukkan dalam fixer Al2(SO4)3 dan CaCO3, setelah itu kain diangkat.
d.      Membilas dan mencuci bahan lalu dikeringkan.
e.       Mengukur absorbansi air bilasan pada masing-masing variasi waktu dan larutan fixer
f.       Mengamati warna yang dihasilkan dan perbedaan warna yang dihasilkan pada bahan tekstil setelah difixer dengan masing-masing larutan fixer.

    V.            DATA PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
5.1    Data Percobaan
Tabel 1. Data spektofotometri pada bilasan dengan variasi waktu pencelupan dan larutan fixer
lama pencelupan
           katun
             sutra
Al2(SO4)3
CaCO3
Al2(SO4)3
CaCO3
15 menit
0,118
0,255
0,064
0,586
30 menit
0,054
0,248
0,061
0,244
45 menit
0,054
0,223
0,054
0,129

5.2    Pembahasan

 VI.            KESIMPULAN











VII.            DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Jati. http://id.wikipedia.org/wiki/Jati diakses pada tanggal 23 Mei 2012 pukul 20:56. Surakarta

Cahyani, Ati. 2006. Majalah Ilmiah. Perpustakaan Universitas Paradima

Hidayat, N. Dan Saati, E.A. 2006. Membuat Pewarna Alami. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Isminingsih .1978. Pengantar Kimia Zat Warna. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung

Sumarna, Y. 2003. Budidaya Jati. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sunaryati, S., Hartini, S., Ernaningsih, 2000, Pengaruh Tatacara Pencelupan Zat Warna Alam Daun Sirih pada hasil Pencelupan Kain Sutra, Balai Besar Tekstil, Bandung.

Suyitno. 1989. Petunjuk Laboraturium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.


VIII.            LAMPIRAN

LAPORAN SEMENTARA
PRAKTIKUM BAHAN ALAM TEKNOLOGI TEKSTIL

                               I.            Judul Percobaan
Ekstraksi zat warna alam dan pemanfaatannya sebagai pewarna kain.

                            II.            Tujuan Percobaan
1.      Mengetahui potensi zat warna pada daun jati
2.      Mengetahui kemampuan penyerapan zat warna daun jati oleh serat alam dan buatan

                         III.            Data Percobaan
·         Massa daun jati : air                = 1:3
·         Massa sunlight                        = 2,174 gram
·         Massa Al2(SO4)3 mordanting     = 8 gram
·         Na2CO3 Mordanting               = 2 gram
·         Massa CaCOFixer                     = 50 gram
·         Massa Al2(SO4)3 Fixer = 50 gram
·         Volume pencelupan                = 140 ml
Tabel 2. Data spektofotometri pada bilasan dengan variasi waktu pencelupan dan larutan fixer
lama pencelupan
           Katun
             sutra
Al2(SO4)3
CaCO3
Al2(SO4)3
CaCO3
15 menit
0,118
0,255
0,064
0,586
30 menit
0,054
0,248
0,061
0,244
45 menit
0,054
0,223
0,054
0,129

            Surakarta, 15 Mei 2012

Asisten


Henry Septiawan
Praktikan
1.      Amar Ma’ruf
2.      Rizza Umam Alharis
3.      Risky Patria Sari



Mengetahui,
Laboran

Setyawan