LAPORAN
PRAKTIKUM BAHAN ALAM TEKNOLOGI
TEKSTIL
EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAM DAN
PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEWARNA KAIN
Amar Ma’ruf D
500 090 017
Rizza Umam Alharis D
500 090 018
Risky Patria Sari D 500 090 023
LABORATURIUM
TEKNIK KIMIA
JURUSAN
TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
I.
TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui
potensi zat warna pada daun jati
2. Mengetahui
kemampuan penyerapan zat warna daun jati oleh serat alam dan buatan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Daun
Jati
Tanaman
jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India, Tanaman yang mempunyai nama
ilmiah Tectona grandis linn. F. secara historis, nama tectona berasal dari bahasa portugis (tekton)
yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Di Negara asalnya, tanaman
jati ini dikenal dengan banyak nama daerah, seperti ching-jagu (di wilayah
Asam), saigun (Bengali), tekku (Bombay), dan
kyun (Burma). Tanaman ini dalam
bahasa jerman dikenal dengan nama teck
atau teakbun, sedangkan di Inggris dikenal dengan nama teak (Sumarna, 2003).
Daun
jati umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang
sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm ×
80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm.
Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda
berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas.
Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya
(Anonim, 2012).
Daun
jati telah sejak lama digunakan
masyarakat secara tradisional sebagai pewarna kain, tikar, dan juga makanan.
Daun jati muda memiliki kandungan pigmen alamiah yang terdiri dari
pheophiptin, β-karoten, pelargonidin
3-glukosida pelargonidin 3,7-diglukosida, klorofil dan dua pigmen lain yang
belum diidentifikasi (Cahyani, 2006)
2. 2. Pewarna
Alami
Bahan
pewarna alami dapat
diperoleh dari tanaman ataupun
hewan. Bahan pewarna alami
ini meliputi pigmen
yang sudah terdapat dalam bahan
atau terbentuk pada
proses pemanasan,
penyimpanan, atau pemrosesan. Beberapa pigmen
alami yang banyak
terdapat di sekitar kita
antara lain: klorofil,
karotenoid, tanin, dan antosianin.
Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat
tidak cukup stabil
terhadap panas, cahaya, dan
pH tertentu. Namun pewarna alami
umumnya aman dan
tidak menimbulkan efek samping
bagi tubuh. Pigmen-pigmen zat
pewarna yang dapat diperoleh dari bahan alami adalah sebagai berikut (Hidayat
dan Saati, 2006) :
1. Karoten,
menghasilkan warna jingga sampai merah, dapat di peroleh dari wortel, pepaya,
dll.
2. Biksin, menghasilkan
warna kuning, diperoleh dari biji
pohon Bixa orellana
3. Karamel, menghasilkan
warna coklat gelap merupakan hasil dari hidrolisis
karbohidrat, gula pasir, laktosa, dll.
4. Klorofil, menghasilkan
warna hijau, diperoleh dari daun suji, pandan, dll.
5. Antosianin, menghasilkan
warna merah, oranye, ungu,
biru, kuning, banyak terdapat pada
bunga dan buah-buahan
seperti buah anggur, strawberry,
duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar
air, kulit manggis,
kulit rambutan, ubi jalar
ungu, daun bayam
merah, dll
6. Tanin, menghasilkan
warna coklat, terdapat dalam getah.
Menurut
sumber diperolehnya zat
warna tekstil digolongkan
menjadi 2 yaitu pertama Zat Pewarna Alam (ZPA) yaitu zat warna yang berasal dari bahan-bahan alam pada
umumnya dari hasil
ekstrak tumbuhan atau
hewan. Kedua, Zat Pewarna Sintesis
(ZPS) yaitu Zat warna buatan atau
sintesis dibuat dengan reaksi kimia
dengan bahan dasar arang batu bara atau
minyak bumi yang merupakan hasil
senyawa turunan hidrokarbon
aromatik seperti benzena, naftalena
dan antrasena. (Isminingsih, 1978).
Bahan tekstil
yang diwarnai dengan
zat warna alam
adalah bahan-bahan yang berasal dari serat alam contohnya
sutera,wol dan kapas (katun). Bahan-bahan dari serat sintetis seperti polyester
, nilon dan lainnya tidak memiliki afinitas
atau daya tarik terhadap zat warna alam sehingga bahan-bahan ini sulit
terwarnai dengan zat warna alam. Bahan dari sutera pada umumnya memiliki
afinitas paling bagus terhadap zat warna alam
dibandingkan dengan bahan dari kapas.
2. 3. Ekstraksi
zat warna alami
Ekstraksi dapat di
definisikan sebagai suatu proses pemisahan suatu bahan dari campurannya,
biasanya dengan menggunakan pelarut. Komponen yang dipisahkan dalam ekstraksi
dapat berupa padatan dari campuran padat-cair, berupa cairan dari campuran
cairan-cairan, atau padatan dari campuran padatan-padatan. Ekstraksi terdiri
dari berbagai pilihan cara ekstraksi, tetapi umumnya ekstraksi menggunakan
pelarut berdasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lainnya (Suyitno,
1989).
Proses pengambilan zat
pewarna alami menggunakan proses ekstraksi dengan pelarut. Sebagai bahan
pelarut dapat digunakan berbagai macam jenis pelarut organik. Pelarut yang
sering digunakan dalam proses ekstraksi adalah air, etanol, petroleum eter, dan
lain-lain. Pada pembuatan pewarna tekstil dari daun jati ini menggunakan
pelarut air.
2. 1. Mordanting
Mordanting adalah perlakuan awal
pada kain yang
akan diwarnai
agar lemak,
minyak, kanji, dan
kotoran yang tertinggal pada
proses penenunan dapat dihilangkan. Pada
proses ini kain
dimasukkan ke dalam larutan
tawas yang akan
dipanaskan sampai mendidih.
Ada 3
macam jenis mordan yaitu (Sunaryati, et
al., 2000) :
1. Garam logam atau mordan logam
2. Tannin dan Asam tannin
3. Minyak (oil) atau mordan minyak
(oil)
Saat ini Logam
mordan yang diperbolehkan adalah Alum, Kalium dikromat, Ferro sulfat, Cupri
sulfat, Stanno dan Stanni klorida. Mordan tannin dapat diperoleh dari ekstrak
tumbuh-tumbuhan, sedangkan mordan minyak (oil) biasanya digunakan dalam bentuk
komplek dengan Alum. Zat warna mordan alam mempunyai gugus hidroksil dengan
posisi orto terhadap azo atau terhadap gugus hidroksil yang lain, dimana pada
proses mordan, posisi unsur hidrogen dapat diganti dengan elemen logam yang
berfungsi sebagai aseptor. Sedangkan zat warna alam bertindak sebagai elektron
donor (ligans). Ikatan yang terjadi adalah ikatan karbonat (semi polar) melalui
satu atau lebih pasangan elektron bebas (lone
pair electron) yang diberikan oleh senyawa donor kepada aseptor yang
mempunyai lintasan kosong (Sunaryati, et
al., 2000).
2. 2. Pencelupan
Pencelupan
dengan zat warna alam biasanya dilakukan
dengan berulang-ulang untuk mendapatkan warna yang diinginkan. Artinya setelah
dicelup kemudian diatuskan (dianginkan beberapa
waktu), dicelup lagi berulangkali
hingga diperoleh warna
yang diinginkan kemudian baru difixer dan dikeringkan. Ada
juga yang dilakukan dengan dicelup
kemudian difixer, celup lagi difixer berulang ulang hingga diperoleh warna yang
diinginkan baru kemudian dikeringkan.
2. 3. Fiksasi
Pada pencelupan
bahan tekstil dengan zat
warna alam dibutuhkan
proses fiksasi yaitu proses
penguncian warna setelah
bahan dicelup dengan zat
warna alam agar
memiliki ketahanan luntur yang
baik. Ada tiga
jenis larutan fixer yang biasa digunakan yaitu tunjung (FeSO4), tawas
(Al2(SO4)3, dan kapur
tohor (CaCO3). Untuk itu
sebelum melakukan pencelupan kita
perlu menyiapkan larutan
fixer terlebih dahulu dengan
cara melarutkan 50 gram
kapur tohor dalam
tiap liter air
yang digunakan. Biarkan mengendap
dan ambil larutan beningnya
(www.batikyogya.com).
III.
ALAT DAN BAHAN
3. 1.
Alat
1. Oven
2. Neraca
3. Ember
4. Panci
5. Kompor
6. Termometer
7. Pisau
8. Gunting
9. Kasa Penyaring
3. 2.
Bahan
1. Kain katun (birkolin) putih dan semi
sutera putih
2. Ekstrak daun jati
3. Tunjung (FeSO4)
4. Tawas (Al2(SO4)3)
5. Natrium karbonat atau soda abu (Na2CO3)
6. Kapur tohor (CaCO3)
IV.
CARA KERJA
4.1 Ekstraksi
zat warna daun jati
1. Memotong daun jati dengan ukuran
kecil dan dikeringkan didalam oven selama 30 menit. Kemudian
menimbang dan menghitung MR nya. Menimbang daun jati sebanyak 500 gram.
2. Memasukkan potongan tersebut ke
dalam panci, menambahkan air dengan perbandingan daun jati dan air 1:3.
3. Memanaskan sampel sampai volume air
menjadi setengah atau sepertiganya.
4. Larutan hasil ekstraksi disaring
dengan kasa penyaring untuk memisahkan sisa bahan yang diekstrak.setelah dingin
larutan siap digunakan.
4.2 Persiapan
pencelupan dengan zat pewarna daun jati
1. Mordanting
a. Memotong kain katun putih dan kain
sutera dengan ukuran 10 x 10 cm.
b. Merendam bahan tekstil yang akan
diwarnai dalam larutan 2 g/L sabun netral (sabun batangan). Perendaman dilakukan selama dua jam. Kemudian bahan
dicuci dan diangin-anginkan.
c. Pemakaian bahan kain katun putih:
Membuat
larutan yang mengandung 8 g (Al2(SO4)3) dan 2
g Na2CO3 dalam 1 liter air, diaduk hingga larut. Merebus
larutan hingga mendidih kemudian memasukkan kain katun dan direbus selama 1
jam. Setelah itu matikan api dan kain katun dibiarkan terendam dalam larutan
selama satu malam. Selanjutnya kain diangkat dan dibilas lalu dikeringkan dan
disetrika.
d. Pemakaian bahan sutera:
Membuat
larutan yang mengandung 8 g (Al2(SO4)3) dalam
1 liter air, diaduk hingga larut. Memanaskan larutan hingga bersuhu 60oC,
kemudian memasukkan kain katun dan direbus selama 1 jam dengan suhu larutan
dijaga konstan 40-60oC. Setelah itu matikan api dan kain katun
dibiarkan terendam dalam larutan selama satu malam. Selanjutnya kain diangkat
dan dibilas lalu dikeringkan dan disetrika.
2. Pembuatan larutan fixer
a. Larutan fixer Al2(SO4)3 : 50 g Al2(SO4)3
dilarutkan dalam 1 L air, dibiarkan mengendap dan diambil beningnya.
b. Larutan fixer CaCO3 : 50 g CaCO3 dilarutkan dalam 1 L
air, dibiarkan mengendap dan diambil beningnya.
3. Proses pencelupan dengan zat warna
alam
a. Menyiapkan larutan zat warna alam
hasil proses ekstraksi dalam tempat pencelupan.
b. Memasukkan bahan tekstil yang telah
dimordanting ke dalam larutan zat warna alam dan dilakukan pencelupan selama 15
menit, 30 menit dan 45 menit.
c. Memasukkan bahan ke dalam larutan fixer. Bahan diproses dalam larutan fixer selama 10 menit. Kain sutra dan
katun dimasukkan dalam fixer Al2(SO4)3 dan
CaCO3, setelah itu kain diangkat.
d. Membilas dan mencuci bahan lalu
dikeringkan.
e. Mengukur absorbansi air bilasan pada
masing-masing variasi waktu dan larutan fixer
f. Mengamati warna yang dihasilkan dan
perbedaan warna yang dihasilkan pada bahan tekstil setelah difixer dengan masing-masing larutan fixer.
V.
DATA PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Data Percobaan
Tabel 1. Data spektofotometri pada
bilasan dengan variasi waktu pencelupan dan larutan fixer
lama pencelupan
|
katun
|
sutra
|
||
Al2(SO4)3
|
CaCO3
|
Al2(SO4)3
|
CaCO3
|
|
15 menit
|
0,118
|
0,255
|
0,064
|
0,586
|
30 menit
|
0,054
|
0,248
|
0,061
|
0,244
|
45 menit
|
0,054
|
0,223
|
0,054
|
0,129
|
5.2 Pembahasan
VI.
KESIMPULAN
VII.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2012. Jati. http://id.wikipedia.org/wiki/Jati diakses pada
tanggal 23 Mei 2012 pukul 20:56. Surakarta
Cahyani,
Ati. 2006. Majalah Ilmiah. Perpustakaan
Universitas Paradima
Hidayat, N. Dan Saati, E.A. 2006. Membuat Pewarna Alami. Trubus
Agrisarana. Surabaya.
Isminingsih .1978. Pengantar Kimia Zat Warna. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil,
Bandung
Sumarna,
Y. 2003. Budidaya Jati. PT. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Sunaryati, S., Hartini, S., Ernaningsih, 2000, Pengaruh Tatacara Pencelupan Zat Warna Alam
Daun Sirih pada hasil Pencelupan Kain Sutra, Balai Besar Tekstil, Bandung.
Suyitno. 1989. Petunjuk Laboraturium Rekayasa Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
VIII.
LAMPIRAN
LAPORAN
SEMENTARA
PRAKTIKUM
BAHAN ALAM TEKNOLOGI TEKSTIL
I.
Judul Percobaan
Ekstraksi zat warna alam dan
pemanfaatannya sebagai pewarna kain.
II.
Tujuan Percobaan
1. Mengetahui
potensi zat warna pada daun jati
2. Mengetahui
kemampuan penyerapan zat warna daun jati oleh serat alam dan buatan
III.
Data Percobaan
·
Massa daun jati : air = 1:3
·
Massa sunlight = 2,174 gram
·
Massa Al2(SO4)3 mordanting = 8 gram
·
Na2CO3 Mordanting = 2 gram
·
Massa CaCO3 Fixer =
50 gram
·
Massa Al2(SO4)3
Fixer = 50 gram
·
Volume pencelupan = 140 ml
Tabel 2. Data spektofotometri pada bilasan dengan
variasi waktu pencelupan dan larutan fixer
lama pencelupan
|
Katun
|
sutra
|
||
Al2(SO4)3
|
CaCO3
|
Al2(SO4)3
|
CaCO3
|
|
15 menit
|
0,118
|
0,255
|
0,064
|
0,586
|
30 menit
|
0,054
|
0,248
|
0,061
|
0,244
|
45 menit
|
0,054
|
0,223
|
0,054
|
0,129
|
Surakarta, 15 Mei 2012
Asisten
Henry Septiawan
|
Praktikan
1. Amar
Ma’ruf
2. Rizza
Umam Alharis
3. Risky
Patria Sari
|
Mengetahui,
Laboran
Setyawan